Terdapat banyak penumpang gelap dalam rencana revisi UU Minerba mengemuka dalam diskusi publik bertajuk “Perubahan UU Minerba, Untuk Kepentingan Siapa”, di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta, 11/12/2019.
Kepentingan penumpang gelap tersebut terlihat dalam pembahasan terkait dengan konsepsi izin pertambangan, luas wilayah pertambangan, peningkatan nilai tambah. Wacana tersebut dibuktikan dengan banyak pihak yang berkepentingan soal pengaturan tersebut. Perubahan UU Minerba saat ini tengah dibahas kembali dan direncanakan akan disahkan pada bulan Agustus 2020 merupakan kebijakan yang sangat mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia, tegas Akmaluddin Rachim, Peneliti Hukum Pertambangan dari Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP).
“Kurang tepat bila dikatakan ada banyak penumpang gelap dalam revisi UU Minerba. Revisi UU Minerba ini dilakukan untuk memperbaiki kebijakan tata kelola pertambangan mineral dan batu bara demi mendahulukan kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Jadi revisi tersebut merupakan upaya menciptakan tata kelola pertambangan yang berlandaskan hukum, keadilan dan berkelanjutan”, ucap Akmaluddin
Di forum tersebut para narasumber menekankan arti pentingnya pemaknaan terhadap Pasal 33 UUD 1945. Diketahui Pasal 33 UUD 1945 merupakan roh perekonomian Indonesia. Pada pasal tersebut dikatakan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
“Pasal 33 UUD 1945 itu tidak hanya sebagai roh perekonomian, tapi juga sekaligus jiwa yang menghidupi aktivitas dan penyelenggaraan perekonomian Indonesia. Oleh sebab itu, ketentuan tersebut benar-benar harus terinternalisasi oleh setiap pemangku kebijakan dan para “pemain” ekonomi yang notabene-nya orang Indonesia” tutur Akmaluddin
Perlu diketahui bahwa sebenarnya tafsir terhadap Pasal 33 UUD 1945 telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah mengatakan bahwa tafsir terhadap frasa “dikuasai oleh negara” dimaknai sebagai negara harus terlibat aktif sejak dari merumuskan kebijakan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Hal itu dimaksudkan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Inilah yang menjadi landasan pemikiran yang ke depannya juga harus diimplementasikan ke dalam pengaturan yang lebih rendah.
Menanggapi hal tersebut, Akmaluddin Rachim mengungkapkan saat ini PUSHEP sedang melakukan kajian terhadap RUU Minerba beserta DIM RUU Minerba. Kajian tersebut difokuskan kepada materi substansi dalam RUU Minerba. Selain itu, PUSHEP dalam penelitian tersebut, juga dikaji terkait proses dan tahapan RUU Minerba pembahasan RUU Minerba.
“Kami berfokus kepada substansi dalam RUU Minerba ini. Lebih tepatnya kami mengawal agar RUU ini tidak melenceng dari amanah konstitusi. Tentu kami juga menyoroti terkait proses dan tahapan pembahasan. Kami ingin prosesnya transparan dan akuntabel. Sehngga dengan demikian kita harap UU Minerba nantinya dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat Indonesia” cetusnya.