Beranda Berita

Konsistensi Kebijakan Pemerintah Diuji

Kebijakan pemerintah melarang ekspor mineral mentah akan diuji konsistensinya seiring berakhirnya masa relaksasi. Selama ini ketidaksiapan fasilitas pemurnian dan smelter diikuti dengan relaksasi pelarangan ekspor.

78

JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah membolehkan ekspor mineral mentah dengan syarat membangun fasilitas pemurnian dan smelter akan memasuki masa tenggat pada Juni 2023 atau kurang dari dua bulan lagi. Konsistensi pemerintah akan diuji terkait penerapan larangan ekspor mineral mentah, baik untuk bauksit yang sudah diumumkan sebelumnya maupun mineral lain, termasuk konsentrat tembaga.

Pada Desember 2022, merujuk keberhasilan hilirisasi nikel, Presiden Joko Widodo mengumumkan pelarangan ekspor bauksit mulai Juni 2023. Sementara untuk konsentrat tembaga, kendati belum diumumkan secara resmi, Presiden Joko Widodo juga telah beberapa kali menyebut bakal menerapkan hal yang sama.

Pelarangan ekspor mineral mentah itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebelumnya, lantaran pembangunan smelter dan fasilitas pemurnian kerap tidak sesuai dengan perhitungan, ada relaksasi-relaksasi sehingga larangan ekspor belum bisa benar-benar diterapkan dan ditunda pelaksanaannya.

Dalam UU itu disebutkan, pemegang kontrak karya, izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi, atau IUP Khusus produksi mineral logam diperbolehkan ekspor. Izin ekspor diberikan dengan syarat telah melakukan pengolahan dan pemurnian; dalam proses pembangunan smelter, dan/atau kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian. Tenggatnya tiga tahun sejak UU tersebut berlaku.

Akan tetapi, di sisi lain ada kendala pembangunan pabrik pemurnian (refinery) bauksit menjadi alumina yang tak sesuai harapan. Apabila ekspor dilarang, ada sekitar 20 juta ton bauksit terancam tidak terserap. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2022, dari 27,7 juta ton produksi bauksit, pabrik pengolahan yang ada hanya mampu menyerap 7,8 juta ton di antaranya.

Sementara terkait konsentrat tembaga, progres pembangunan smelter baru PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur, hingga akhir Januari 2023 mencapai 54 persen. Namun, dalam beberapa kesempatan, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menyebut hal itu sudah sesuai dengan kurva S—grafik waktu pelaksanaan proyek—yang telah disetujui Pemerintah Indonesia.

Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/4/2023), mengatakan, menarik untuk melihat apakah pemerintah konsisten menerapkan itu dalam kurun 1-2 bulan ke depan. Ketegasan soal larangan ekspor mineral mentah selama ini diutarakan Presiden dalam berbagai pidato.

”Jadi, nanti kita akan melihat seberapa jauh konsistensi pemerintah dalam menerapkan pelarangan ekspor itu. Itu perlu didukung karena memang merupakan amanat undang-undang. Selain itu, keberanian pemerintah dalam memberikan sanksi kepada perusahaan yang tak menaati kebijakan juga diuji,” kata Akmaluddin.

Tagih komitmen

Akmaluddin menilai, sebelumnya memang ada ketidaksesuaian antara prediksi dan realisasi pembangunan fasilitas pemurnian ataupun smelter, yang membuat diberlakukannya relaksasi-relaksasi larangan ekspor. Namun, kemajuan proyek-proyek itu seharusnya terus dipantau dan sanksi bisa diberikan.

Soal larangan ekspor konsentrat tembaga, jika melihat kondisi yang ada, Akmaluddin menilai, ada kemungkinan direlaksasi kembali. ”Terpenting selanjutnya harus ada peta jalan yang jelas sebelum membuat kebijakan. (Pemerintah) Juga perlu memanggil dan menagih komitmen semua perusahaan. Selain itu, pemberian sanksi bagi yang tidak bisa memenuhi ketentuan,” katanya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, di Jakarta, Jumat (14/4/2023), menyatakan, untuk bauksit sudah pasti dilarang untuk diekspor pada Juni 2023.

Sementara pada komoditas lain, termasuk konsentrat tembaga, Irwandy menyebut masih belum tahu keputusan yang akan diambil pemerintah. ”Mestinya semua (dilarang ekspor untuk hilirisasi), tetapi nanti kalau ada pertimbangan lain, enggak tahu. Entah (pertimbangan) karena Covid-19 atau apa, enggak tahu,” ujarnya.

Sebelumnya, Tony Wenas mengakui bakal kesulitan jika larangan ekspor konsentrat tembaga diberlakukan tahun ini. Pasalnya, smelter tembaga Freeport di Gresik, Jawa Timur, baru berproduksi pada 2024. Hingga Januari 2023, progres pembangunan smelter 54 persen. (Kompas, 7/2/2023)

Adapun pada Rabu (12/4/2023), di Istana Kepresidenan, Jakarta, manajemen PTFI melaporkan perkembangan produksi pertambangan dan pembangunan smelter tembaga kepada Presiden Joko Widodo. Hadir langsung CEO Freeport-McMoRan Richard Adkerson didampingi Presiden sekaligus Dewan Direksi Freeport-McMoRan Inc, Kathleen L Quirk serta Tony Wenas. (Kompas.id, 12/4)

Tony menegaskan, tidak ada perbincangan tentang rencana Presiden Joko Widodo menyetop ekspor tembaga mentah. Tony juga tidak bisa memaparkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) apabila ekspor tembaga mentah dihentikan.

Soal bauksit, menurut data Kementerian ESDM, saat ini sedang berproses pembangunan delapan unit refinery (bauksit jadi alumina). Menurut Irwandy, meski dilaporkan ada kemajuan, saat dicek sebagian masih berupa tanah.

Secara umum, ada empat kesulitan yang dihadapi terkait pembangunan refinery, yakni finansial, energi, lahan, dan perizinan. Namun, kata Irwandy, pemerintah pernah memfasilitasi pertemuan dengan perbankan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian ESDM.

Ia menambahkan, pemerintah tetap berpegang pada undang-undang. Apabila refinery tak selesai pada Juni 2023, perusahaan tetap boleh beroperasi tambang, tapi tak bisa ekspor. Artinya, produksi hanya untuk menyuplai refinery yang ada di dalam negeri.