Jakarta, GATRAnews – Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) menilai, kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium, dari Rp 6.700 per liter menjadi Rp 6.900 per liter (Rp 6.800 per liter untuk wilayah luar Jawa-Bali), kian membebani rakyat.
Menurut Direktur Eksekutif PUSHEP, Bisman Bhaktiar, yang disampaikan kepada GATRAnews, di Jakarta, Senin (2/3), penaikan harga BBM jenis premium kian menambah beban rakyat, karena kenaikan tersebut dilakukan pemerintah saat harga beras, elpiji, dan kebutuhan pokok lainnya yang terus mengalami kenaikan.
“Seharusnya harga BBM jenis premium RON 88 tidak perlu naik. Pemerintah tidak bijak kalau menaikkan harga BBM premium,” tegas Bisman.
Menurutnya, meski harga minyak dunia dan harga rata-rata Mean of Platts Singapore (MOPS) mengalami kenaikan, namun pemerintah tidak perlu menaikkan harga premium RON 88 karena kenaikan harga minyak dunia dan MOPS tidak signifikan.
Menurut Bisman, bulan Januari 2015, harga minyak dunia turun hingga US$ 44 per barel, sehingga pada Februari harusnya pemerintah menurunkan harga BBM. Yang jadi pertanyaan, kenapa saat harga minyak dunia turun, pemerintah tidak segera menurunkan harga BBM.
“Bahkan saat itu, Menteri ESDM telah menyepakati bersama DPR RI, bahwa harga BBM solar akan turun berkisar Rp 200 sampai Rp 400 per liternya mulai 15 Februari 2015. Tetapi ternyata pemerintah tidak tepati itu,” tegas Bisman.
Hal ini berbanding terbalik saat minyak dunia mengalami sedikit kenaikan, pemerintah Jokowi-JK cepat-cepat menaikkan harga BBM. Pemerintah tidak segera mau menurunkan harga BBM jika ada penurunan harga minyak dunia. “Dalam konteks ini, pemerintah tidak konsisten,” tandasnya.
Reporter: Iwan Sutiawan
Editor: Tian Arief
Berbagai Referensi
GATRA | MERDEKA | TRIBUNNEWS | GRESNEWS | JPPN | KONTAN | KORAN SINDO | LIPUTAN6 | ENERGI | FAJAR | GALAMEDIA | MERAHPUTIH | COVESIA