Beranda Berita

Regulasi Investasil “Gross Split” Bantu Ciptakan Efisiensi di Perusahaan Minyak dan Gas

Pemerintah mewajibkan kontraktor menjaga kewajaran tingkat produksi minyak dan gas bumi sampai berakhirnya masa kontrak kerja sama sehingga mereka harus berinvestasi pada wilayah kerja.

1187

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan baru untuk menjaga kewajaran tingkat produksi dan optimalisasi penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu migas. Aturan itu dibuat mengingat perlu diaturnya mekanisme pengembalian biaya investasi kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di akhir masa kontrak kerja sama.

Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tertanggal 29 Maret 2017.

“Dalam aturan ini dinyatakan kontraktor wajib menjaga kewajaran tingkat produksi minyak dan gas bumi sampai berakhirnya masa kontrak kerja sama. Untuk itu, kontraktor wajib melakukan investasi pada wilayah kerja,” ungkap Menteri ESDM, Ignasius Jonan, di Jakarta, Jumat (21/4).

Ditetapkan pula, kontraktor mendapatkan pengembalian biaya investasi melalui mekanisme pengembalian biaya investasi, sesuai dengan kontrak kerja sama. Pengembalian biaya investasi diberikan selama masa kontrak kerja sama.

Jonan juga menyebutkan, dalam kontrak kerja sama yang diperpanjang, masih terdapat biaya investasi yang belum dikembalikan. Pengembaliannya dapat dilanjutkan selama masa perpanjangan kontrak kerja sama. Ketentuan ini diperuntukkan bagi kontrak kerja sama yang menggunakan mekanisme pengembalian biaya operasi.

Untuk kontrak kerja sama yang diperpanjang menggunakan skema bagi hasil gross split, masih terdapat biaya investasi. Sisa biaya investasi yang belum dikembalikan diperhitungkan dalam bagian kontraktor.

Dalam perpanjang kontrak itu, terdapat pihak lain sebagai kontraktor baru selain kontraktor. Karena itu, kontraktor baru turut menanggung sisa biaya investasi yang belum dikembalikan secara proporsional sesuai besaran tingkat partisipasi atau participating interest.

Jonan menjelaskan iklim investasi migas sangat bergantung kondisi eksternal, seperti perkembangan harga minyak dunia. Jadi, tidak ada kekuatan lain yang bisa mengaturnya selain persoalan harga minyak.

Karena itu, industri perlu melakukan efisiensi karena harga minyak itu bersifat tidak pasti. Langkah efisiensi merupakan pilihan tepat untuk mengantisipasi fluktuasi harga yang serba-tidak pasti. Adapun pemerintah, terang Jonan, telah membantu menciptakan efisiensi pada perusahaan melalui kebijakan gross split.

Lebih Efisien

Sementara itu, Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, selain lebih efisien, skema gross split membuat proses procurement dan eksekusi proyek di lapangan semakin lebih cepat. Kecepatannya sekitar 25 persen dari PSC (production sharing contract) sebelumnya berupa cost recovery.

“Jika sebelumnya bisa menghabiksan waktu selama 105 bulan maka dengan gross split lebih cepat menjadi 83 bulan. Itu karena banyaknya proses yang harus diselesaikan dalam proses cost recovery,” terangnya.

Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 yang mengatur tentang kontrak bagi hasil gross split. Dengan skema baru itu, negara tak perlu mengeluarkan biaya untuk produksi migas karena tanggung jawab kontraktor.

Hal ini berbeda dengan skema lama atau cost recovery yang mengharuskan negara untuk mengeluarkan biaya juga.