Beranda Berita

Salip Menyalip RUU Minerba dan Omnibus Law, PUSHEP Ingatkan Pemerintah dan DPR

1195
Salip Menyalip RUU Minerba dan Omnibus Law, PUSHEP Ingatkan Pemerintah dan DPR

Potensi tumpang tindih pengaturan antara kedua RUU ini bisa diminimalisir jika Pemerintah dan DPR sepakat mendahulukan salah satu RUU

Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) mengingatkan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan dialog terkait keberadaan sejumlah ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang masuk dan diatur dalam Omnibus Law RUU Penciptaan Lapangan Kerja. Hal ini dirasakan perlu untuk menghindari tumpang tindih pengaturan terkait Minerba di RUU Cipta Kerja dengan RUU Minerba.

Seperti diketahui, saat ini Pemerintah tengah menyiapkan Omnibus Law khususnya terkait draf RUU Penciptaan Lapangan Kerja. Di dalam RUU tersebut, Pemerintah memasukkan sejumlah ketentuan terkait Minerba di dalamnya. Di saat yang sama, DPR juga akan melakukan pembahasan RUU Minerba. Sejumlah ketentuan yang akan diatur dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, sebelumnya juga telah diatur dalam RUU Minerba, jadi terdapat adu cepat salip menyalip antara RUU Minerba dengan RUU Omnibus Law Penciptaan Lapangan Kerja.

Direktur Eksekutif PUSHEP, Bisman Bhaktiar memaparkan sejumlah hal terkait Minerba yang diatur dalam RUU Penciptaan Lapangan Kerja. Hal tersebut antara lain tentang perizinan berusaha pertambangan Minerba. “Misalnya terkait kewenangan lintas sektor antar kementerian khususnya Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian, kewenangan perizinan usaha pertambangan yang ditarik semua ke pemerintah pusat, soal batasan wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP), serta yang paling menjadi perhatian tentang keberlanjutan PKP2B dan KK,” ujar Bisman saat menjadi Narasumber dalam Diskusi mengenai RUU Minerba, Senin (11/2), di Bandung.

Untuk itu menurut Bisman yang juga ahli hukum pertambangan dan energi ini menegaskan terdapat potensi irisan materi pengaturan antara kedua RUU ini karena sebagian materi RUU Minerba saat ini juga menjadi bagian materi RUU Omnibus Law Penciptaan Lapangan Kerja. Hal ini akan menjadi problem tersendiri, walaupun pemerintah beberapa kali menyatakan bahwa RUU Omnibus Law merupakan yang prioritas tetapi ternyata pembahasan RUU Minerba juga akan lanjut terus. Pemerintah dan DPR  perlu melakukan pembicaraan terkait mana yang lebih menjadi prioritas diantara keduanya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih pembahasan di DPR terkait hal yang sama.

“Kalau dua-duanya jalan dan mengatur hal yang sama, maka akan terjadi potensi tumpang tindih pengaturan, hal ini akan semakin membuat tidak baik untuk kepastian hukum dan iklim usaha bagi pertambangan” ujar Bisman.

Terkait prioritas, Bisman menilai pemerintah saat ini lebih menaruh perhatian yang sangat tinggi terhadap RUU Penciptaan Lapangan Kerja yang merupakan salah satu dari RUU Omnibus Law karena sudah kerap disampaikan oleh Presiden Jokowi di berbagai kesempatan. Untuk itu, hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik bersama DPR.

Lebih lanjut, Bisman menambahkan beberapa materi sektor minerba yang akan diatur dalam RUU Omnibus Law Penciptaan Lapangan Kerja adalah kewenangan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, untuk smelter yang terintegrasi dengan kegiatan usaha pertambangan maka menjadi kewenangan Kementerian ESDM, sedangkan smelter yang tidak terintegrasi dengan tambang atau berdiri sendiri stand alone merupakan kewenangan Kementerian Perindustrian.

“Konsekuensinya adalah terjadi perubahan definisi pengolahan dan pemurnian di UU 4 tahun 2009. Jadi pengolahan didefinisikan sendiri dan pemurnian di definisikan sendiri. Kalau dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 pengolahan dan pemurnian satu kesatuan yang tidak dipisah, sifatnya akumulatif antara pengolahan dan pemurnian,” tutup Bisman.