Dugaan kasus korupsi yang menjerat pengusaha tambang sekaligus suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis (HM) mencuri perhatian publik saat ini. Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sudah menetapkan 16 tersangka itu memperkirakan besar kerugian negara mencapai Rp271 trilliun.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Akmaluddin Rachim menyambut positif langkah Kejagung dalam menangani perkara dugaan kasus tindak pidana korupsi tata niaga komiditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), PT Timah Tbk.
“Tindakan tersebut memberi harapan optimisme terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sektor ini,” ujarnya, Selasa (2/4).
Akmaluddin mendorong Kejagung agar menyikat tanpa tebang pilih dan menuntaskan kasus korupsi tersebut sampai tuntas. Setidaknya semua pihak yang terlibat harus ditangkap dan diproses hingga berujung di meja hijau. Para pihak harus dijerat hukuman yang berat karena telah menyebabkan kerugian negara dan kerusakan lingkungan.
”Penegakan hukum terhadap pelaku korupsi di sektor pertambangan ini perlu mendapatkan atensi yang lebih luas”, imbuhnya.
Dia menilai HM sangat berperan dalam kasus ini seperti mengadakan pertemuan dan mengintruksikan agar mengeluarkan keuntungan kepada dirinya dan pihak lain merupakan unsur-unsur yang memastikan percobaan tindak pidana korupsi itu terjadi.Dengan demikian, unsur subjektif dan objektifnya telah terpenuhi.
Selanjutnya, HM juga menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi dirinya sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka HMI melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim (HLN), yang merupakan manager pada perusahaan tersebut.
Dia menilai mega skandal kasus korupsi yang ditengarai merugikan keuangan hingga ratusan triliunan rupiah itu melampaui sejumlah kasus yang ada. Apalagi jumlah tersangka mencapai belasan orang alias berjamaah dalam korupsi pertambangan hasil sumber daya alam.
“Kasus ini sungguh luar biasa. Ini menunjukkan bahwa betapa menggiurkannya kekayaan alam Indonesia untuk dikorupsi secara berjamaah. Kita berharap agar pembarantasan korupsi di sektor ini terus gencarkan” katanya.
Besaran jumlah Rp 271,6 triliun muncul usai Kejagung menggandeng sejumlah ahli dalam upaya menghitung dampak dari praktik korupsi tambang timah tersebut. Selain potensi keuangan negara yang hilang, angka kerugian tersebut termasuk dampak kerusakan pada lingkungan hidup.
Kejagung menemukan sejumlah kerusakan serius pada area pertambangan timah ilegal di WIUP, PT Timah Tbk. Pengerukkan mineral tak sesuai aturan menyebabkan kerusakan ekosistem di lokasi tersebut. Namun, kejaksaan saat ini masih mengkaji ulang tentang besaran angka kerugian yang ditimbulkan.
Dia berharap ke depan agar tata kelola pertambangan menjadi lebih baik. Pemberantasan korupsi menjadi pintu masuk perbaikan tata kelola pertambangan dan perbaikan ekosistem lingkungan akibat kegiatan pertambangan liar yang menyebabkan kerugian negara. Menurutnya, dengan dibongkarnya kasus tersebut dukungan publik semakian besar terhadap Kejagung.
”Kita harap kejaksaan tidak keder. Kita juga dorong agar kejaksaan tidak berhenti di Bangka Belitung, tapi juga di daerah lain,” pungkasnya.
Sebelumnya, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.
“Tim penyidik memandang telah cukup alat bukti sehingga kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu saudara HM selaku perpanjangan tangan dari PT RBT,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi sebagaimana dikutip dari laman Antara.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi, salah satunya HM. Usai diperiksa sebagai saksi, dan ditingkatkan statusnya sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang telah dimiliki penyidik. Kuntadi menjelaskan, peran Harvey Moeis sebagai tersangka ke-16 dalam perkara yang merugikan negara akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sebesar Rp271,06 triliun.
“Sekitar tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM menghubungi Direktur Utama PT Timah, yaitu saudara MRPT alias RZ dalam rangka mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah,” ujar Kuntadi.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, lanjut Kuntadi, akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodir pertambangan timah liar tersebut adanya dicover dengan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya Harvey Moeis menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIm untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud.
“Atas kegiatan tersebut, maka tersangka HM ini meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungannya, diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN,” kata Kuntadi.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hingga kini, penyidik telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka. Sehari sebelumnya, Selasa, penyidik menetapkan crazy rich Bangka Helena Lim sebagai tersangka.
Adapun sejumlah pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, RL, selaku General Manajer (GM) PT TIN; BY selaku Mantan Komisaris CV VIP; RI selaku Direktur Utama PT SBS; SG alias AW dan MBG, keduanya selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Selanjutnya, HT alias AS selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN); MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016 sampai dengan 2021; EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai dengan 2018. Kemudian, tersangka TN alias AN; tersangka AA.
Satu orang ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan perkara korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015 sampai dengan 2022, berinisial TT.