Bloomberg Technoz, Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mencurigai akan ada ‘penumpang gelap’ yang berlindung di balik kata ‘prioritas’ pembagian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) bagi perguruan tinggi dan usaha kecil dan menengah (UKM).
Hal itu mungkin terjadi setelah rancangan undang-undang (RUU) tentang perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) disahkan menjadi undang-undang (UU).
“Bisa jadi ada ‘penumpang gelap’ bahkan ‘penumpang terang’ atas nama perguruan tinggi atau atas nama UKM, atas nama badan usaha swasta. Mereka akan mendapatkan IUP [izin usaha pertambangan] dengan stempel prioritas atau yang mereka akan pesan dengan stempel hilirisasi, ada ketentuan begitu juga. Nah itu yang sebenarnya potensi penyimpangannya sangat besar,” kata Bisman saat dihubungi, Selasa (18/2/2025).
Menurut Bisman, rerata modal UKM maksimal hanya Rp5 miliar—Rp 10 miliar. Dengan modal tersebut, UKM dinilai tidak akan bisa mengembangkan komoditas tambang andalan RI seperti batu bara hingga nikel.
“Ya pasti kurang kan, apalagi kalau misalkan lokasinya 1.000 hektare atau ratusan hektare. [Hal] yang kita khawatirkan adalah hanya untuk mendapatkan lokasi tambang tanpa lelang, banyak pihak yang nanti menyalahgunakan status UKM-nya itu,” tutur Bisman.
tur Batas Area
Untuk itu, Bisman menegaskan pemerintah perlu mengatur batasan maksimum area hingga jenis tambang dalam Peraturan Pemerintah (PP). Misalnya maksimum area 100 hektare hingga 200 hektare. Jika sampai 1.000 hektare, patut dicurigai itu bukan UKM melainkan usaha besar.
Tidak hanya itu, jenis tambang juga perlu diatur untuk komoditas mineral logam seperti bauksit, timah, nikel, hingga nonlogam seperti pasir. Hal itu harus diperinci dalam PP bagi UKM karena membutuhkan modal yang besar.
“[Hal] yang kedua ada jenis batu bara, apakah juga UKM bisa untuk [mengelola] batu bara? Makanya harus ditentukan yang untuk UKM itu jenisnya apa saja, harus clear; termasuk maksimum luas areanya berapa. Kalau hanya 100 hektare masih masuk akal. Akan tetapi, kalau sampai 1.000 hektare atau bahkan isunya itu 2.500 hektare, enggak mungkin itu UKM,” jelas Bisman.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan IUP bagi UKM akan dirancang bagi mereka di daerah bukan yang ada di kota metropolitan seperti Jakarta.
“Ini untuk UKM daerah, contoh nikel yang ada di Maluku Utara, UKM yang dapat bukan UKM dari Jakarta, tetapi UKM yang ada di Maluku Utara, orang Maluku Utara. Pak Presiden Prabowo itu ingin mengembalikan Pasal 33 dan pemerataan,” kata Bahlil dalam konferensi pers terkait RUU Minerba di Kompleks Parlemen, Senin (17/2/2025).
Dalam Ayat 3 Pasal 33 berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Tahu enggak sekarang ini hampir semua IUP ini kantornya semua di Jakarta. Nah, kita ingin mengembalikan agar orang-orang daerah diberikan porsi.”
Bahlil menyebut kementeriannya akan memberikan kesempatan agar UKM agar naik kelas. Menurutnya, UKM jangan selalu dipersepsikan usaha kecil. Untuk itu, dengan adanya UU Minerba UKM di daerah dapat berkompetisi dengan UKM yang ada di Jakarta.
“Jangan mempersepsikan UKM itu seperti jual kerupuk, jual baju. Jadi saya enggak setuju kalau mempersepsikan bahwa seolah-olah UKM itu enggak mampu. Enggak mampu karena enggak dikasih kesempatan. Coba kalau dikasih kesempatan, insyallah mereka akan jauh lebih hebat daripada yang sudah hebat ini,” ucap Bahlil.
Bahlil menjelaskan bahwa syarat bagi UKM untuk mengelola lahan tambang bermodal Rp10 miliar. Dengan mengikuti berbagai proses untuk mengelola lahan tambang, Bahlil berharap agar satu hingga dua tahun kemudian, perusahaan tersebut dapat naik kelas menjadi perusahaan besar.
“Memang itu yang UKM kehendaki, untuk kita melahirkan pengusaha-pengusaha besar dari daerah. Agar apa? Mengurangi rasio ketimpangan,” kata Bahlil.
Di sisi lain, Bahlil juga menyebut bahwa perguruan tinggi batal mendapatkan izin untuk mengelola tambang. Hal itu dilakukan untuk menghargai dan menjaga independensi kampus.
“Kami dari pemerintah, setelah melihat perkembangan, mengkaji, dan menghargai, menjaga independensi kampus, maka tidak ada pemberian langsung [izin tambang] kepada kampus,” kata Bahlil.
“Undang-undang ini tidak memberikan [IUP] automatically kepada kampus.”
Bahlil menyampaikan, nantinya pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), hingga badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.