Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Migas) bisa memonetisasi penyelenggaraan Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon, Capture, Utilization, and Storage (CCUS) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, Serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Permen ESDM 2/2023).
Permen tersebut dikeluarkan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan CCS dan CCUS yang bertujuan untuk mendukung upaya pencapaian target komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change) menuju arah pembangunan rendah emisi gas rumah kaca berketahanan iklim pada tahun 2050 dan mendorong peningkatan produksi Migas.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Musri dalam keteranganya saat ditemui di kantornya, menjelaskan bahwa pelaksanaan CCS dan CCUS ini dapat meningkatkan produksi migas dan menjadi unit usaha baru bagi perusahaan migas. Hal ini karena teknologi CCS dan CCUS ini dimaksudkan untuk mengurangi emisi dan menjadi tempat penyimpanan emisi, yang kemudian diperuntukkan mendukung pelaksanaan perdagangan emisi karbon. Potensi ini dapat bernilai ekonomi karena akan ditransaksikan baik dalam skala nasional maupun internasional.
Skema CCS dan CCUS memang difungsikan untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan cara melakukan penangkapan dan penyimpanan karbon pada kegiatan produksi Migas. Karbon yang berhasil ditangkap kemudian diinjeksi ke dalam tanah, proses penginjeksian ke dalam tanah inilah yang dapat dimonetisasi oleh perusahaan Migas. Penginjeksian tersebut dilakukan di Zona Target Injeksi yang berupa reservoir pada lapangan Migas dan/atau reservoir Migas non Konvensional.
Musri menambahkan bahwa perkembangan global saat ini memaksa perusahaan yang menghasilkan Emisi GRK untuk melakukan CCS dan CCUS. Namun dalam implementasinya, keterbatasan lahan menjadi persoalan tersendiri bagi perusahaan untuk melakukan penginjeksian. Sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya lebih untuk melakukan penginjeksian kepada perusahaan lain yang memiliki lahan injeksi. Inilah potensi bagi perusahaan Migas di Indonesia untuk membuka unit usaha baru dalam kegiatan CCS dan CCUS karena Indonesia memiliki lahan yang luas untuk dijadikan Zona Target Injeksi.
Musri menilai penyelenggaraan CCS dan CCUS masih dalam tahap pilot project, artinya masih dalam tahap uji coba. Permen ESDM 2/2023 justru memberikan acuan dan legalitas terhadap pengembangan CCS dan CCUS di Indonesia meskipun masih dalam tahap pilot project.
Lebih lanjut, Musri menyebutkan bahwa Pertamina merupakan perusahaan pertama yang sudah melakukan mapping untuk penyiapan Zona Target Injeksi. Dimana mapping ini bertujuan untuk memetakan lahan mana saja yang dapat dijadikan storage untuk melakukan penginjeksian karbon.
Dalam kesempatan yang sama Akmaluddin Rachim, Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), menilai bahwa kegiatan CCS dan CCUS sebagaimana diatur dalam Permen ESDM 2/2023 ini adalah upaya yang baik untuk menurunkan Emisi GRK sekaligus dapat meningkatkan produksi Migas. Selain itu, permen ini juga memperkuat monetisasi nilai ekonomi karbon sebagaimana yang ditetapkan dalam Perpres 98 Tahun 2021. Namun Pemerintah perlu melakukan pembinaan dan pengawasan lebih dalam atas penyelenggaraan kegiatan CCS dan/atau CCUS.