Beranda Publikasi Kegiatan

Catatan Hukum terhadap Putusan Pengadilan terkait Tindak Pidana Penambangan Ilegal

2558

 

Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) telah melakukan kajian terhadap pemetaan kasus hukum sektor energi dan pertambangan. Dalam kajian tersebut ditemukan permasalahan bahwa pertambangan ilegal atau kegiatan pertambangan tanpa izin merupakan jenis pelanggaran yang paling mendominasi kasus hukum pertambangan sepanjang tahun 2020. Terhadap hal tersebut, salah satu yang disorot ialah terkait dengan rendahnya tuntutan jaksa perihal kasus hukum penambangan liar.

Peneliti PUSHEP, M. Wirdan mengatakan bahwa upaya penegakan hukum terhadap pelaku pertambangan ilegal masih sangat lemah. Padahal sektor tersebut merupakan jenis pelanggaran hukum yang paling mendominasi sepanjang tahun 2020. Lebih lanjut ia katakan bahwa salah satu contoh dari lemahnya upaya penegakan hukum di sektor pertambangan ilegal terlihat saat Majelis Hakim Pengadilan Pengadilan Negeri Sungai Liat menyatakan Terdakwa Rudi Irpansyah Als Habib Iqbal bin Sayid terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan, Izin Pertambangan Rakyat, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus” sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum. Terdakwa dalam perkara Nomor 119/Pid.Sus/2020/PN Sungailiat Majelis Hakim menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keadaan yang memberatkan terdakwa diantaranya dalam kegiatan penambangan ilegal yang dilakukan terdakwa membahayakan orang lain dan telah mengakibatkan adanya korban meninggal dunia.

Meski diputus bersalah oleh Majelis Hakim dalam putusan tersebut menjatuhkan putusan lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Ada 2 catatan hukum yang penting dalam perkara tersebut. Pertama, Tuntutan Penuntut Umum Masih Kategori Ringan. Kedua terkait dengan Putusan dari Majelis Hakim yang Ultra Petitia.

  1. Wirdan menjelaskan bahwa dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Terdakwa atas nama Rudi Irpansyah Als Habib Iqbal bin Sayid dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Lebih lanjut, M Wirdan menjelaskan, JPU menuntut terdakwa Rudi Irpansyah Als  Habib Iqbal Bin Sayid Mahmud telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah “melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 158 UU Minerba dengan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rudi Irpansyah Als Habib Iqbal Bin Sayid Mahmud berupa pidana penjara selama 2 (dua) bulan dikurangi selama Terdakwa dalam tahanan dan ditambah dengan denda sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) subsidiair 1 (satu) bulan kurungan dengan perintah agar Terdakwa tetap di dalam tahanan, dan menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah).

M Wirdan mengatakan bahwa tuntutan tersebut pada dasarnya sangat ringan dan masih masih sangat jauh dari rasa keadilan hukum. UU Minerba telah menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa, maka terlihat tuntutan tersebut sangat disparitas hukum yang sangat jauh dari upaya penegakan hukum.

Lebih lanjut dijelaskan oleh M Wirdan, terkait dengan catatan berikutnya ialah ketika Majelis Hakim menjatuhkan putusan ultra petita yang setengah hati. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa Rudi Irpansyah als Habib Iqbal Bin Sayid Mahmud tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan usaha pertambangan mineral tanpa IUP, IPR, IUPK. Selanjutnya dikatakan, bahwa Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu Rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

Putusan yang jatuhkan oleh Majelis Hakim tersebut pada dasarnya merupakan putusan yang sifatnya ultra petita. M Wirdan mengatakan bahwa putusan ultra petita ialah putusan oleh Hakim menjatuhkan putusan dari yang diminta Jaksa. Dalam kasus ini, Jaksa menuntut pidana penjara selama 2 (dua) bulan sementara Majelis Hakim menjatuhkan putusan selama 3 (tiga) bulan penjara.

Putusan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum terhadap sektor pertambangan ilegal masih sangat lemah dan setengah hati. Terlihat Hakim belum memiliki kemauan hukum yang tinggi untuk melakukan penegakan hukum dan memberikan efek yang jera bagi pelaku penambangan liar. Penegakan hukum sektor pertambangan ilegal ini harus menjadi perhatian khusus mengingat dampak akibat lingkungan yang ditimbulkan sangat berbahaya bagi kelanjuta pembangunan kedepannya.