JAKARTA, KOMPAS – Usulan aturan pemberian tambang secara prioritas bagi perguruan tinggi yang diinisiasi DPR dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara masih menimbulkan kontroversi. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengkritisi sekaligus memberikan alternatif.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), saat ini masih digodok pemerintah. Pada Rabu (12/2/2025), Badan Legislasi DPR mengagendakan rapat panitia kerja RUU Minerba, untuk mengejar target pengesahan sampai rapat paripurna pada 18 Februari 2025.
Namun, sejumlah aturan baru di RUU Minerba masih menjadi kontroversi. Salah satunya, pengaturan pemberian wilayah izin usaha pertambangan mineral dan batu bara secara prioritas bagi perguruan tinggi guna peningkatan dan pembangunan kualitas pendidikan nasional.
Aturan ini tertuang dalam Pasal 51 (a) yang menyatakan, pemberian wilayah izin umum pertambangan mineral logam kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas dengan pertimbangan luas wilayah izin usaha pertambangan mineral logam, akreditasi perguruan tinggi, dan untuk peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar berpendapat, ada alternatif yang lebih baik jika negara bertujuan memaksimalkan keuntungan tambang untuk kemajuan pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Alternatif itu adalah dengan memberikan anggaran melalui “Mining Fund”.
“Jadi, ada alokasi dana sekian persen pendapatan tambang untuk pendidikan. Ini jauh lebih bagus dan aman, tidak merusak perguruan tinggi,” ujarnya kepada Kompas, Rabu (12/2/2025).
“Mining Fund” yang dimaksud berbeda dengan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR maupun dana khusus usaha tambang, Ini juga bukan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) untuk pemberdayaan masyarakat sekitar lokasi tambang.
“Mining Fund ini dana yang harus disetor ke negara. Bisa menjadi bagian dari PNBP. Tetapi, sekian persen khusus dialokasikan untuk pendidikan dan program tambang yang berkelanjutan,” katanya.
Ide ini menurutnya hal baru dan dapat menjadi referensi dalam pembahasan RUU Minerba ke depan.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja pembahasan RUU Minerba dengan kementerian terkait, Baleg DPR, dan DPR, di Kompleks Parlemen, Selasa (11/2), menyampaikan, pemerintah mengusulkan alternatif lain terkait aturan pemberian tambang ke perguruan tinggi.
“Salah satu cara daripada memberikan langsung ke perguruan tinggi, pemerintah yang akan tunjuk BUMN ataupun pihak ketiga. Hasilnya dibagi berapa besar yang bisa disumbangsihkan kepada perguruan tinggi, sehingga itu bisa merata. Itu yang membuat DIM perlu kami selaraskan,” tuturnya.
Usulan itu tengah dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga terkait dalam rangka pembuatan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang akan diajukan ke DPR untuk pematangan RUU Minerba. DIM pemerintah terkait RUU Minerba ditargetkan selesai sebelum akhir pekan ketiga Februari ini.
Selain Menteri Hukum, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Sekretaris Negara telah ditunjuk Presiden untuk mematangkan RUU Minerba ini.