10 Tahun, Sejak 2010 Kinerja Legislasi di Sektor Energi dan Pertambangan Nol
Ada kebutuhan mendesak dalam upaya perbaikan tata kelola sektor energi dan pertambangan Indonesia, berbagai masalah yang timbul bermuara pada kebutuhan pengaturan, baik legislasi maupun regulasi. Sebagai sektor yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, tata kelola energi dan pertambangan perlu mendapatkan jaminan kepastian hukum dengan memberikan dasar pengaturan dalam undang-undang yang memadai.
Kebutuhan akan adanya perangkat hukum yang dapat menjamin terpenuhinya iklim kepastian hukum perlu dibarengi dengan upaya serius DPR dan Pemerintah dalam menghadirkan produk legislasi yang berkualitas. Upaya untuk menuju ke sana dapat dilihat lewat capaian realisasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di sektor energi pertambangan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), ditemukan fakta bahwa Prolegnas jangka menengah tahun 2015-2019 pada awalnya ditetapkan sebanyak 160 Rancangan Undang-Undang (RUU), namun mengalami perubahan dengan keputusan DPR RI menjadi 189 RUU, yang 7 (tujuh) diantaranya merupakan RUU sektor energi dan pertambangan, sebagai berikut:
- RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Mulai masuk Prolegnas tahun 2015 dan juga telah masuk sejak Prolegnas 2010-2014)
- RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Mulai masuk Prolegnas Tahun 2015)
- RUU tentang Geologi (Mulai masuk Prolegnas Tahun 2015)
- RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 tentang Energi (Masuk Prolegnas Tahun 2015)
- RUU tentang Ketenaganukliran (Masuk Prolegnas Perubahan Tahun 2017)
- RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Masuk Prolegnas Perubahan Tahun 2017)
- RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (Masuk Prolegnas Perubahan Tahun 2019)
Dari Prolegnas tersebut, sampai akhir jabatan DPR RI Periode 2014-2019 yang berakhir pada 30 September 2019 yang lalu, tidak satupun RUU yang berhasil disahkan menjadi undang-undang, artinya DPR periode 2014-2019 mengulangi hal yang sama dengan DPR periode 2009-2014 yang tidak menghasilkan satupun produk legislasi sektor energi dan pertambangan. Padahal terdapat RUU Minerba dan RUU Migas yang tiap tahun masuk menjadi RUU prioritas tahunan, namun juga tidak bisa selesai menjadi undang-undang, bahkan beberapa RUU sama sekali belum dilakukan penyusunan, artinya di sektor energi dan pertambangan kinerja legislasi nol.
Dengan kondisi yang demikian, maka patut menjadi perhatian untuk melakukan evaluasi perencanaan dan pelaksanaan Prolegnas sektor energi dan pertambangan tahun 2015-2019. Apa saja masalah dan kendala serta isu-isu yang berkembang dalam perjalanan kegiatan legislasi 5 tahun terakhir ini? Evaluasi ini mempunyai arti penting untuk mengeksplorasi setiap peristiwa dan data agar menjadi acuan perbaikan pelaksanaan program penyusunan legislasi sektor energi dan pertambangan atau sektor sumber daya alam pada umumnya pada prencanaan Prolegnas tahun 2020-2024.
Dengan dasar pemikirian dan kondisi tersebut, Pushep akan menyelenggarakan Diskusi Publik Evaluasi dan Proyeksi Prolegnas Sektor Energi dan Pertambangan pada Selasa 3 Desember 2019 bertempat di Hotel Sofyan Tebet. Diskusi publik akan menghadirkan Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM, Kepala Pusat Perencanaan hukum BPHN, Dr. Marwan Batubara pengamat politik ekonomi energi, Dr. Ahmad Redi akademisi FH Untar/KJI, dan Bisman Bhaktiar ahli hukum pertambangan yang juga Direktur Eksekutif Pushep.
Selain membahas evaluasi dan proyeksi RUU sektor energi dan pertambangan juga akan dibahas perencanaan pengaturan hukum lewat omnibus law yang menjadi program Presiden Joko Widodo, bagaimana omnibus law dalam pengaturan RUU sektor energi dan pertambangan akan menjadi topik menarik dalam diskusi publik tersebut.
Untuk diketahui, Prolegnas merupakan instrumen perencanaan pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebagai instrumen perencanan, maka posisi Prolegnas dalam tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan ada pada tahapan paling awal yakni pada tahapan perencanaan, setelahnya baru masuk tahap penyusunan, pembahasan, pengesahaan/penetapan, dan pengundangan, sehingga posisi Prolegnas dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan sangatlah penting.