Beranda Publikasi Kegiatan

Menariknya Indusri Migas di Desa ‘Teksas’ Wonocolo

225

 

Matahari yang terik disertai suhu udara yang tinggi Desa Wonocola dengan aktivitas warga yang beragam sangat menarik perhatian. Ada yang bercocok tanam dan ada pula yang melakukan penambangan minyak pada sumur-sumur tua yang sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Sumur-sumur minyak tua di Wonocolo merupakan salah satu saksi penjajahan yang dilakukan oleh Belanda kepada Indonesia. Sumur-sumur yang dioperasikan oleh Belanda pada zaman penjajahan tersebut kini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.

Desa Wonocolo atau yang dikenal dengan sebutan Desa ‘Teksas’ Wonocolo berada di Kecamatan Kedewan. Desa tersebut dapat ditempuh kurang lebih satu setengah jam dari Kota Bojonegoro. Pada salah satu bukit di desa tersebut terdapat penanda yang besar dengan bertuliskan ”TEKSAS WONOCOLO”. Teksas memiliki kepanjangan dari ”Tekad Selalu Aman dan Sejahtera”, sama seperti semangat para petambang lokal di desa ini.

Saat memasuki Desa Wonocolo, kita dapat melihat berbagai puluhan menara atau tiang kayu yang menyanggah alat pengebor minyak menjulang di perbukitan Desa Wonocolo. Hal tersebut merupakan alat tradisional yang dilakukan oleh warga setempat  dengan bantuan mesin mobil truk tronton. Deru mesin mobil truk tronton yang digunakan sebagai alat dukung pengeboran terus terpacu yang disertai dengan kepulan asap. Di lokasi sumur tua tersebut mengeluarkan aroma minyak yang menyengat.

Desa ‘Teksas’ Wonocolo juga memiliki nama lain Petroleum Geopark Wonocolo, tempat yang  disebut-sebut sebagai wisata migas pertama di Indonesia. Berdirinya Desa ‘Teksas’ Wonocolo dilatarbelakangi oleh sejumlah sumur minyak tua yang dikelola secara tradisional. Sumur minyak tersebut telah ada sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, beroperasi secara tradisional dan dikelola oleh masyarakat setempat secara turun temurun dan bergotong royong.

Pengoperasian oleh masyarakat setempat tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Hal ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat kala itu dalam mengusir penjajah. Atas dasar tersebut, konon Jenderal Sudirman menghadiahi warga hak pengelolan lahan tersebut.

Selain itu, di sekitar galian sumur tua tersebut terdapat kubangan limbah dan tangki tempat penyimpanan minyak mentah yang diperoleh dari proses pengeboran. Aktivitas warga di sekitar area sumur tua antara lain ada yang hilir mudik mengangkut minyak mentah dan juga solar dan minyak tanah hasil penyulingan. Solar hasil penyulingan banyak digunakan kembali sebagai bahan bakar untuk mengoprasikan mesin diesel untuk melakukan pengeboran.

Selain aktivitas tersebut, kita juga dapat melihat proses penyulingan solar dan bensin serta juga penyulingan menjadi minyak tanah secara tradisional oleh warga setempat. Dalam kegiatan penyulingan tersebut, kita dapat melihat proses penyulingan minyak mentah oleh warga dengan tidak dibekali dengan peralatan yang safety (perlengkapan K3). Pekerja bebas merokok di sekitar area pengeboran dan juga penyulingan.

Di sekitar tempat tersebut juga terlihat beberapa limbah-limbah hasil pengeboran dan penyulingan. Juga terdapat limbah aspal yang berjatuhan ditanah sekitar tempat penyulingan.

Di Desa Wonocolo, juga terdapat Museum Wonocolo. Di museum tersebut, pengunjung mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan sejarah terkait dengan keberadaan sumur tua dan pengeboran minyak di Wonocolo. Di meseum tersebut diketahui bahwa terdapat kurang lebih 700 sumur tua. Terdapat sekitar 400 sumur tua yang masih beroperasi. Selebihnya sudah sumur tua tersebut tidak memiliki lagi kandungan minyak mentah.

Di sekitar area sumur tua, aktivitas warga lainnya ada yang melakukan aktivitas bercocok tanam.