Beranda Publikasi Kegiatan

PUSHEP Dorong Perbaikan Regulasi Penguatan Daerah dalam Pengelolaan Migas dan Pengembangan Energi

111

Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) mendorong perbaikan regulasi penguatan daerah dalam hal kewenangan soal pengelolaan migas dan pengembangan energi. Direktur Eksekutif PUSHEP, Bisman Bhaktiar, mengatakan bahwa migas sebagai salah satu sumber energi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, yang tersebar di berbagai daerah, seperti di Kabupaten Bojonegoro, perlu mendapatkan perhatian agar pengelolaannya benar-benar dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Menurut Bisman Bhaktiar, pengelolaan migas dan pengembangan energi di daerah terkendala oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut disampaikan dalan kegiatan Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro bekerja sama dengan PUSHEP.

Selain Bisman Bhaktiar, kegiatan seminar tersebut juga dihadiri oleh narasumber dari Dewan Energi Nasional (DEN), Musri Mawaleda; Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Tavip Rubiyanto;  Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, Aditya Kusuma; Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bojonegoro Sally Atyasasm; serta Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Kusnadaka Tjatur Prasetijo.

Dalam kegiatan tersebut, peserta seminar berasal dari kalangan civitas akademik yang terdiri dari mahasiswa dan dosen Universitas Bojonegoro serta perwakilan organisasi masyarakat, media, dan undangan seminar lainnya.

Lebih lanjut, Bisman Bhaktiar, menjelaskan bahwa Kabupaten/Kota tidak mempunyai urusan di bidang energi dan migas sehingga tidak bisa menjalankan kewenangan dan anggaran di bidang energi & sumber daya mineral. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang mangatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (3) UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Pada ayat selanjutnya ditegaskan bahwa urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Lebih lanjut Bisman Bhaktiar menyampaikan bahwa upaya yang dapat dilakukan dalam mendorong penguatan daerah ialah, pertama: Daerah (pemerintah daerah, DPRD, akademisi, dan kelompok masyarakat) perlu menyampaikan aspirasi untuk penguatan daerah dalam pengelolaan migas dan energi. Kedua, patut dipertimbangkan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap ketentuan dalam undang-undang yang menghambat kewenangan daerah. Ketiga, memberikan masukan dan aspirasi dalam proses pembentukan atau perubahan undang-undang seperti dalam proses revisi UU Migas, pembentukan UU Energi Baru dan Energ Terbarukan, revisi UU Energi, dan revisi terhadap UU Pemda.

Dalam kesempatan tersebut, Anggota DEN Musri Mawaleda menyampaikan bahwa saat ini Dewan Energi Nasional sedang melakukan pembaruan PP 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dimana di dalamnya dijelaskan energi harus tersedia, harga energi harus terjangkau dan energi harus ramah lingkungan. Menurut diperlukan suatu aturan dan langkah-langkah yang berpihak pada semua stakeholder terkait termasuk masyarakat, agar tidak menjadi masalah di masa yang akan datang.

Musri menyampaikan agar pengelolaan energi harus tangguh agar tetap menjaga keamanan pasokan dan keterjangkauan harga energi. Selain itu juga perlu melakukan upaya dekarbonisasi agar pelaksanaan transisi energi berjalan lancar dan mencapai target Net Zero Emission pada 2060.

Di kesempatan yang sama, perwakilan Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri, Tavip Rubiyanto menyampaikan perlu suatu masukan dan kajian khusus untuk penyelenggaraan urusan tertentu sehingga terkait kewenangan pengelolaan migas dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.

Tavip Rubiyanto mencontohkan bahwa pelaksanaan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian BBM di daerah tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah mengingat tidak adanya kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota di bidang ESDM sub bidang minyak dan gas bumi. Oleh sebab itu, Tavip Rubiyanto menyampaikan agar perlu ada terobosan kebijakan agar pengelolaan migas di daerah dapat dilaksanakan.

Sementara itu, perwakilan Ditjen Migas Kementerian ESDM, Aditya Kusuma, menyampaikan dari perspektif dari hulu migas. Sektor hulu migas di Indonesia, katanya saat ini mengalami berbagai tantangan baik dari dalam negeri maupun tren energi global yang mulai perlahan beralih ke energi hijau. Menurutnya, ke depan dalam pengelolaan migas diperlukan sinergi antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.

Adapun Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bojonegoro, Sally Atyasasmi, berharap dengan perbaikan regulasi di bidang energi khususnya penguatan daerah dalam pengelolaan migas, masyarakat Bojonegoro dapat aktif berperan dalam mengelola usaha migas yang ada di Bojonegoro.

Di sisi lain, Asisten II Pemkab Bojonegoro, Kusnadaka Tjatur Prasetijo, mengatakan bahwa saat ini tidak dapat pungkiri jika produksi minyak di Blok Cepu semakin menurun. Menurut perhitungan, kegiatan eksplorasi dan eksploitasi akan berakhir pada 2035. Menurutnya perlu kebijakan untuk menyiapkan jika kondisi tersebut terjadi di masa mendatang, suatu era setelah era migas.

Ia menjelaskan bahwa ke depan akan terjadi perubahan yang signifikan, namun jangan sampai menjadi kutukan sumber daya alam dari pengelolaan migas yang salah urus. Oleh karena itu, Kusnandaka menambahkan, perbaikan regulasi pengelolaan migas di Bojonegoro diperlukan agar sumber daya alam berupa migas ini bisa menjadi berkah. Hilir migas ini perlu digarap secara maksimal agar bisa menciptakan multiplier effect yang bisa menciptakan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat.