Beranda Publikasi Kegiatan

PUSHEP Telaah Materi dan Proses Penyusunan RPP KEN

176

 

Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) mengkaji tentang materi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN). Saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Dewan Energi Nasional (DEN) tengah melakukan revisi PP Nomor 79 Tahun 2019 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Dalam perkembangannya RPP KEN ini sudah dilakukan harmonisasi bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM. Di tahap selanjutnya Kementerian ESDM telah menyampaikan RPP KEN kepada Komisi VII DPR RI serta telah melaporkan kepada Presiden.

Peneliti PUSHEP, Mariah Ulfa, mempertanyakan soal keabsahan RPP KEN yang dibahas di DPR. Selain itu, Mariah juga mempertanyakan apakah RPP KEN akan selesai dan disahkan pada masa sidang terakhir DPR RI periode 2019–2024. “PP KEN adalah peraturan pemerintah yang unik karena merupakan satu-satunya PP yang harus dibahas bersama DPR. Hal ini memang diatur dalam UU Energi. Namun lazimnya PP hanya dibahas di ranah pemerintah, bukan ranah legislatif”, ujar Mariah.

Perlu diketahui bahwa proses penyusunan RPP KEN sudah dilakukan diskusi dengan berbagai pihak. Diantaranya dengan melibatkan dari 10 perguruan tinggi, 18 asosiasi energi, dan 4 BUMN energi. Kemudian sejak bulan Januari 2022 telah dilakukan penyiapan bahan agenda setting RPP KEN.

Namun demikian Mariah memandang dalam pembahasan dan persetujuan RPP KEN, antara DPR dan pemerintah perlu melibatkan lebih banyak stakeholder, karena energi merupakan isu strategis dan menyangkut hajat hidup banyak pihak. “Apalagi ini menyangkut soal masa depan kebijakan transisi energi” tutur Mariah.

Sementara dari segi substansi RPP KEN, Mariah mencatat sejumlah hal yang menimbulkan problematik.

Pertama, terkait dengan ketentuan yang menyatakan bahwa gas sebagai pengantar transisi menuju energi baru dan energi terbarukan yang lebih besar sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 RPP KEN. Selanjutnya pada Pasal 31 ayat 2 huruf C RPP KEN juga mengatur mengenai pengalihan LPG untuk keperluan rumah tangga dan komersial ke penggunaan gas dan juga dimethyl ether (DME).

“Jika gas bumi dan DME masih menjadi salah satu sumber energi menuju transisi energi, maka masih akan memperpanjang ketergantungan atau penggunaan pada bahan bakar fosil” ungkap Mariah.

Mariah menambahkan, penggunaan gas alam memiliki risiko signifikan seperti kebocoran metana. Selain itu strategi ini tidak sejalan dengan upaya penghapusan bahan bakar fosil (fossil-fuel phase out) padahal saat ini Indonesia sedang menuju transisi energi.

Kedua, terkait dengan definisi sumber energi dan energi baru dalam Ketentuan Umum yang terdapat dalam RPP KEN dan RUU EBET juga terdapat perbedaan, padahal kedua tengah dibahas oleh DPR.

Dalam RPP KEN, sumber energi didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat menghasilkan, baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 RPP KEN. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 4 RUU EBET memberikan definisi sumber energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan energi baik dari sumber energi tidak terbarukan maupun sumber energi terbarukan, baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi.

“Perbedaan definisi terkait sumber energi ini menunjukkan bahwa minimnya ketelitian dalam proses harmonisasi. Seharusnya hal ini bisa diselaraskan antara definisi dalam RUU EBET dan RPP KEN”, ungkap Mariah

Lebih lanjut RPP KEN memberikan definisi energi baru adalah energi yang berasal dari sumber energi baru sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 4 RPP KEN. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 2 RUU EBET memberikan definisi energi baru adalah semua jenis energi yang berasal dari atau dihasilkan dari teknologi baru pengolahan sumber energi tidak terbarukan dan sumber energi terbarukan.

“Seyogyanya definisi mengenai sumber energi dan energi baru ini harus disamakan definisinya, apalagi keduanya (RPP KEN dan RUU EBET) yang saat ini tengah dibahas oleh DPR” imbuh Mariah.

Ketiga, Mariah, juga mengungkapkan mengenai konservasi energi juga diatur dalam paragraf 5 Pasal 32-38 tentang konservasi sumber daya energi dan konservasi energi RPP KEN. Padahal ketentuan tentang konservasi energi sudah di atur secara eksplisit dalam PP Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi. RPP KEN tidak perlu mengatur dan memasukkan materi konservasi energi lagi lebih banyak.

“Yang terpenting adalah materi muatan yang diatur dalam RPP KEN selaras dengan PP Konservasi Energi”, pungkas Mariah.

Harapannya RPP KEN dapat segera diterbitkan agar target bauran energi yang dicantumkan dalam RPP ini segera terealisasi. Selain itu kebijakan energi perlu selaras dengan kebijakan perubahan iklim, serta dekarbonisasi sektor energi dapat terwujud melalui transisi energi untuk mendukung tercapainya target pengurangan emisi gas rumah kaca.