

Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) menilai berlarutnya revisi PP 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pada kenyataannya menghambat investasi pelaku usaha batubara. Selain itu rencana investasi jangka panjang para pengusaha pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sangat bergantung pada kepastian regulasi ini.
Menurut peneliti hukum energi dan pertambangan, Suyanto Londrang, pengusaha pemegang PKP2B sangat membutuhkan kepastian regulasi untuk terus berinvestasi. Pengaturan mengenai izin operasi PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), yang rencananya akan diatur dalam revisi PP 23 Tahun 2010, belum juga memperlihatkan tanda-tanda akan rampung.
“Ada banyak pengusaha yang dirugikan jika terus dibiarkan revisi terhadap PP 23 Tahun 2010 ini tidak dituntaskan” kata Suyanto Londrang, di Jakarta, Senin 27 Mei 2019
Setidaknya merujuk pada data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini terdapat tujuh perusahaan tambang batubara berstatus PKP2B yang akan habis masa kontraknya. Mereka antara lain PT Tanito Harum (Januari 2019), PT Arutmin Indonesia (2020), PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Adaro Energy (2022), PT Kideco Jaya Agung (2022), serta PT Berau Coal (2025). PT Tanito Harum bahkan telah habis sejak 14 Januari lalu. Ketujuh perusahan tersebut mendesak pemerintah agar segera merampungkan PP 23 Tahun 2010.
“Ketujuh perusahan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) telah beberapa kali mendesak pemerintah agar revisi ke-6 perubahan PP 23 Tahun 2010 segera disahkan. Pemerintah sepertinya sengaja menunda-nunda merampungkan PP 23 Tahun 2010 ini”, ujar peneliti PUSHEP, Suyanto Londrang.
Suyanto Londrang sangat menyayangkan proses pembahasan PP tersebut cenderung berlarut-larut. Suyanto menambahkan, lamanya proses pembahasan tersebut bisa dikarenakan kemungkinan ada poin dalam revisi yang masih alot atau belum menemui kesepakatan.
Berdasarkan kabar yang diterima PUSHEP, salah satu poin yang membuat pembahasan tersebut tak juga rampung adalah lantaran adanya polemik permintaan dari Menteri BUMN, Rini Soemarno, agar ada pengaturan tambahan dalam revisi PP No. 23/2010 untuk menguatkan peran BUMN. Pihak BUMN ingin mendapatkan hak prioritas dalam pengelolaan PKP2B yang sudah berakhir kontraknya.
“Sah-sah saja jika Kementerian BUMN menuntut hal demikian karena memang ada keterkaitan. Tapi hal itu harus mengacu pada UU Minerba”, tutur Suyanto.