Beranda Berita

Surat Terbuka Kepada Presiden Republik Indonesia dan Pimpinan DPR RI Perihal Pembahasan RUU Minerba

Surat Terbuka Kepada Presiden Republik Indonesia dan Pimpinan DPR RI Perihal Pembahasan RUU Minerba Yang Cacat Hukum

1432
Surat Terbuka Kepada Presiden Republik Indonesia dan Pimpinan DPR RI Perihal Pembahasan RUU Minerba
Surat Terbuka Kepada Presiden Republik Indonesia dan Pimpinan DPR RI Perihal Pembahasan RUU Minerba

Dengan hormat kepada Presiden RI dan Pimpinan DPR RI, dalam kondisi prihatin rakyat  Indonesia karena wabah virus Corona Covid-19 seharusnya seluruh daya dan upaya  difokuskan untuk penanganan Covid-19 agar tidak semakin banyak korban dan segera dapat  ditangani dengan baik. Namun ternyata kondisi ini dimanfaatkan mengambil “kesempitan” oleh DPR RI dan Pemerintah yang akan mengegolkan Rancangan Undang-Undang tentang  Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara  (RUU Minerba).

DPR melalui Komisi VII telah mengagendakan rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili  oleh Menteri ESDM, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, Menteri  Perindustrian, dan Menteri Keuangan pada tanggal 8 April 2020 dengan agenda Pembicaraan/Pengambilan Keputusan Tingkat I atas RUU Minerba.  Pembicaraan/Pengambilan Keputusan Tingkat I adalah pengambilan keputusan antara  komisi sebagai alat kelengkapan DPR yang bertugas membahas rancangan undang-undang bersama Menteri yang mewakili Presiden/pemerintah. Pengambilan Keputusan Tingkat I  menandakan pembahasan rancangan undang-undang oleh DPR dan Pemerintah telah  berakhir karena tinggal satu tahap lagi pengambilan keputusan Tingkat II, yaitu di rapat  paripurna DPR yang tinggal ketok palu penetapan dan pengesahan. Lalu, pertanyaannya  kapan RUU Minerba dibahas? Hampir dipastikan publik dan rakyat Indonesia tidak akan  pernah tahu kapan dan dimana pembahasan RUU Minerba dibahas.

Berkaitan dengan hal tersebut, dengan ini kami sampaikan Pelanggaran dan Cacat Hukum Pembahasan RUU Minerba, sebagai berikut:

  1. Sejak awal pembahasan RUU Minerba ini menuai masalah dan kontroversial karena  sangat dipaksakan dan terburu-buru, nampak jelas bahwa pembahasan RUU ini tidak  untuk kepentingan rakyat, namun untuk kepentingan pihak-pihak tertentu, khususnya  sebagian pelaku usaha pertambangan batubara.
  2. RUU Minerba tidak memenuhi kualifikasi sebagai RUU yang dapat dilanjutkan  pembahasannya (carry over). RUU Minerba merupakan RUU inisiatif DPR yang telah  disusun drafnya sejak DPR periode 2014-2019 dan hingga masa jabatan DPR periode lalu  berakhir bulan September 2019 belum dilakukan pembahasan Daftar Inventarisasi  Masalah (DIM) RUU Minerba. Berdasarkan Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang  Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa carry over pembahasan RUU harus memenuhi syarat telah dilakukan pembahasan DIM, padahal DPR periode lalu belum satupun membahas DIM RUU  Minerba.
  3. Seluruh Pembahasan RUU Minerba dilakukan tertutup dan tidak dilakukan di gedung  DPR, pembahasan RUU dilakukan melalui rapat kerja dan rapat Panitia Kerja (Panja) yang seharusnya terbuka untuk umum. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Tata tertib DPR yang menyatakan semua rapat di  DPR pada dasarnya bersifat terbuka, bisa tertutup hanya apabila terkait dengan rahasia  negara atau kesusilaan. Lebih lanjut juga melanggar Pasal 5 huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terkait dengan azas keterbukaan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  4. Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan partisipasi publik dan stakeholder, pembahasan RUU Minerba yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak seharusnya dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan stakeholder. Dalam pembahasan RUU Minerba sama sekali tidak terdapat audiensi dengan stakeholder, tidak ada penerimaan aspirasi dari kelompok masyarakat, tidak melibatkan pakar dan perguruan tinggi, tidak dilaksanakan rapat dengar pendapat umum, serta tidak ada pengambilan aspirasi ke daerah, bahkan beberapa kelompok masyarakat dan perguruan tinggi yang mengajukan permohonan audiensi untuk memberikan masukan diabaikan.
  5. Tidak ada uji publik terhadap materi RUU Minerba, naskah hasil pembahasan RUU Minerba sebelum diambil keputusan seharusnya dilakukan uji publik. RUU Minerba seharusnya dipublikasikan dan dilakukan diseminasi dengan stakeholder dan perguruan tinggi, yang terjadi RUU Minerba menjadi barang rahasia dan sama sekali tidak dipublikasi, tidak ada kesempatan bagi publik untuk tahu apalagi menyampaikan aspirasi dan menguji baik secara formal maupun materiil. Dalam hal ini hasil pembahasan RUU Minerba tidak dapat dipertanggungjawabkan secara formil dan materiil.
  6. RUU Minerba tumpang tindih dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, terdapat tumpang tindih/kesamaan materi pengaturan karena sebagian materi RUU Minerba saat ini juga menjadi bagian materi Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dalam hal ini telah tidak konsisten politik hukum Presiden dan DPR dalam pengaturan tata kelola usaha pertambangan minerba.
  7. Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), berdasarkan Pasal 22D UUD Negara RI Tahun 1945, Pasal 249 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 92/PUU-X/2012, bahwa DPD mempunyai kewenangan membahas rancangan undang￾undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, sehingga pembahasan RUU Minerba secara konstitusional harus dibahas dengan melibatkan DPD. Pembahasan RUU Minerba yang tidak melibatkan DPD jelas pelanggaran terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 dan inkonstitusional.
  8. Rencana pengambilan keputusan atas RUU Minerba dalam rapat kerja dengan virtual meeting cacat hukum dan hasilnya batal demi hukum. Sehubungan dengan kondisi wabah Corona Covid 19 Komisi VII DPR RI mengagendakan pengambilan keputusan tingkat I melalui rapat kerja secara virtual, yaitu tanpa kehadiran fisik atau kehadiran fisik dilakukan secara perwakilan fraksi. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 13 Tahun 2019 dan Tata Tertib DPR yang masih berlaku bahwa rapat DPR dapat mengambil keputusan jika dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota rapat yang terdiri atas lebih dari separuh unsur Fraksi, kehadiran disini adalah kehadiran fisik yang dibuktikan dengan tandatangan daftar hadir. Rapat virtual dapat dilaksanakan apabila tidak mengambil keputusan dan belum diatur dalam tata tertib DPR.
  9. Memaksakan rapat pengambilan keputusan atas RUU Minerba tidak sensitif terhadap wabah virus Corona Covid 19 dan mengabaikan seruan untuk tidak berkumpul. Bahwa benar RUU Minerba penting, namun saat ini ada yang jauh lebih penting dan gawat yaitu untuk penanganan virus Corona Covid 19. Seharusnya Pemerintah dan DPR fokus untuk segera mengatasi wabah Covid 19. Dalam hal ini apabila pengambilan keputusan RUU Minerba tetap dilanjutkan jelas bahwa DPR dan Pemerintah tidak peka atas penderitaan rakyat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, apabila Pimpinan dan Anggota DPR RI tetap melanjutkan rapat pengambilan keputusan atas RUU Minerba, maka telah nyata melakukan pelanggaran hukum, pelanggaran konstitusi, dan pelanggaran etik. Untuk itu, harus segera diproses secara hukum dan proses etik di Majelis Kehormatan DPR, serta akan dilaporkan kepada penegak hukum. DPR dan Pemerintah harus menghentikan proses pembahasan dan pengambilan keputusan atas RUU Minerba yang secara formil maupun materiil telah melanggar konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945, UU MD3, UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan Tata Tertib DPR RI.

Demikian surat terbuka ini untuk menjadi perhatian.

Jakarta, 3 April 2020

Hormat Kami Koalisi Masyarakat Peduli Minerba

  1. Dr. Sonny Keraf (Ketua Panja RUU Minerba 2005-2009).
  2. Dr. Simon Sembiring (Mantan Dirjen Minerba, Wakil Pemerintah dalam pembahasan RUU Minerba 2005-2009).
  3. Dr. Ryad Chairil (The Centre for Energy and Resources Law).
  4. Dr. Ahmad Redi SH., MH. (Kolegium Jurist Institute – KJI).
  5. Dr. Marwan Batubara (Indonesia Resources Studies – IRESS).
  6. Dr. Lukman Malanuang, M.Si. (Lembaga Kajian Energi, Pertambangan, dan Industri Strategis – LKEPIS).
  7. Emil Milawarma (Tokoh Senior Pertambangan Indonesia).
  8. Ir. Budi Santoso (Centre For Indonesian Resources Strategic Studies – CIRRUS).
  9. Djowamen Purba (Tokoh Senior Pertambangan Indonesia).
  10. Yusri Usman (Center of Energy and Resources Indonesia – CERI).