Beranda Publikasi Kegiatan

Transformasi Perizinan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

2219

 

Tata kelola perizinan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (Minerba) saat ini sedang mengalami transformasi menuju era digitalisasi. Transformasi tersebut merupakan upaya untuk mengefektifkan proses perizinan, memanfaatkan kemajuan teknologi sekaligus menandakan bahwa tata kelola pertambangan saat ini sudah sangat maju. Chandra Pamungkas mengatakan bahwa saat perizinan kegiatan usaha pertambangan di Kementerian ESDM sudah semakin baik. Di masa pandemi Covid 19 pengajuan permohonan dapat dikirim atau diproses melalui online dengan mengunjungi website Kementerian ESDM, kemenesdm.minerba@bkpm.go.id  atau untuk pengajuan wilayah izin usaha pertambangan dapat mengirimkan email ke perizinanminerba@esdm.go.id

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) dengan tema diskusi “Seluk Beluk Pengurusan Perizinan Pertambangan”, 9/4/2021, praktisi pertambangan Chandra Pamungkas menyebutkan bahwa digitalisasi perizinan kegiatan usaha pertambangan kini dipandang sangat membantu ketika ingin membuat perizinan usaha pertambangan, apalagi saat ini sedang masa pandemi. Selain itu, menurut narasumber, Chandra Pamungkas, Kementerian ESDM juga membuat kebijakan dimana para pemohon dapat melakukan tracking status perizinan melalui “minerba.esdm.go.id/etracking” dengan memasukan alamat email perusahaan

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dasar hukum perizinan pertambangan mengacu pada ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020  tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2009  tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selanjutnya ada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submision); dan mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2020  tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Chandra Pamungkas lebih lanjut mengatakan bahwa untuk mengetahui Persyaratan dan Format Surat dalam melakukan pendaftaran pertambangan, pelaku usaha dapat mengunduh ketentuannya melalu: https://www.minerba.esdm.go.id/perizinan/format_surat dan melalui https://www.minerba.esdm.go.id/perizinan/persyaratan. Kemudahan tersebut menurutnya sangat membantu bagi para pengusaha untuk membuat perizinan. Berbagai kemudahan ini membuktikan bahwa Kementerian ESDM sangat memperhatikan kehendak para investor.

Kendatipun Kementerian ESDM telah memberikan kemudahan dalam mengajukan perizinan yang memanfaatkan era digital 4.0, menurut Chandra Pamungkas, masih ditemukan sejumlah catatan. Beberapa catatan tersebut antara lain ialah, kurangnya sosialiasi dan asistensi UU No. 3 Tahun 2020 perihal kewenangan yang semula di Pemerintah Provinsi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sehingga pengusaha di daerah banyak yang masih belum paham untuk mekanisme pengurusan di Pemerintah Pusat. Selain itu, adanya Sistem Pemusatan Data pada sistem MODI MINERBA ESDM membuat beberapa pengusaha kebingungan karena beberapa IUP daerah masih ada yang belum terdaftar di sistem MODI. Lebih lanjut, berdasarkan pengalamannya, Chandra Pamungkas mengatakan bahwa catatan lainnya adalah terkait dengan kesiapan Pemerintah Pusat (Dirjen ESDM) yang masih harus memaksimalkan pelayanan mengingat semua control ada di Pemerintah Pusat seperti Persetujuan RKAB.

Dalam kesempatan diskusi tersebut, pembicara kedua oleh Suyanto mengingatkan bahwa kegiatan perizinan di bidang pertambangan ini seringkali mendapat sorotan karena ia merupakan bagian penting dari konsep hak menguasai negara. Ketentuan hak penguasaan negara ini telah diatur dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 dan Tafsir MK atas Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 melalui Putusan MK No.01-021-022/PUU-I/2003. Tafsir tersebut mengatakan bahwa bentuk penguasaan negara harus dimaknai sebagai kesatuan fungsi, berupa: fungsi kebijakan (beleid); fungsi pengurusan (bestuursdaad) yang mencakup perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie); fungsi pengaturan (reglendaad) dimaknai kewenangan legislasi dan regulasi; fungsi pengelolaan (beheersdaad), yang mencakup pemilikan saham (share-holding), dan/atau sebagai instrumen kelembagaan dan fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad), berupa mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan penguasaan oleh negara.

Lebih lanjut, Suyanto, menjelaskan hal lain yang penting untuk diketahui adalah unsur-unsur perizinan. Unsur perizinan yang perlu dimaknai bahwa ia merupakan instrumen yuridis. Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret. Dalam perizinan, izin merupakan peraturan perundang-undangan. Pembuatan dan penerbitan izin merupakan tindakan hukum yang merupakan tindakan hukum dan wewenang tersebut diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Penerbitan izin ini dilakukan oleh bidang perizinan pada suatu instansi atau organisasi pemerintah. Organisasi pemerintah merupakan organisasi yang menjalankan urusan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dari badan tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin.

Selain itu, lebih lanjut Suyanto menjelaskan bahwa dalam unsur perizinan terdapat peristiwa konkret. Peristiwa konkret ini artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu dan fakta hukum tertentu. Selain unsur-unsur tersebut, dalam perizinan juga terdapat unsur adanya prosedur dan persyaratan permohonan izin yang harus menempuh prosedur tertentu dan yang ditentukan oleh pemerintah selaku pemberi izin.

Suyanto menjelaskan bahwa dalam tata kelola izin pertambangan, pemerintah menetapkan kebijakan Wilayah Hukum Pertambangan (WHP). Konsep WHP meliputi ruang darat, ruang laut (ruang dalam bumi), tanah di bawah perairan, dan landas kontinen. WHP bukan untuk kegiatan penambangan. WHP menjadi ruang penyelidikan dan penelitian untuk mengetahui potensi mineral dan batu bara. Apabila ingin mengeksplorasi wilayah tersebut, statusnya harus diubah menjadi Wilayah Pertambangan (WP) dengan melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat, serta sesuai rencana tata ruang. Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan dapat dilakukan penambangan.

Lebih lanjut Suyanto menjelaskan bahwa setelah mendapatkan WP, proses selanjutnya adalah WP tersebut harus menjadi Wilayah Usaha Pertambangan (WUP). WUP merupakan bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi. Setelah diketahui data, potensi dan/atau informasi geologi, WUP selanjutnya harus dikembangkan menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi.

Suyanto mengatakan bahwa saat ini bentuk perizinan kegiatan usaha pertambangan menurut UU No. 3 Tahun 2020 terdiri dari beberapa jenis perizinan pertambangan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 35 ayat (3) UU No. Tahun 2020. Suyanto menjelaskan bahwa di sana disebutkan jenis perizinan antara lain: Izin Usaha Pertambangan (IUP); Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ; Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Kontrak Karya dan PKP2B; Izin Pertambangan Rakyat (IPR); Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB); Izin Penugasan; Izin Usaha Jasa Pertambangan; dan Izin Pengangkutan dan Penjualan.

Perizinan kegiatan usaha pertambangan tersebut kini dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Pananaman Modal (BKPM). Hal itu didasarkan pada  Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.