Beranda Berita

Segera Tambah 10% Saham di Freeport, Bisakah RI Jadi Pengendali?

119

Bloomberg Technoz, Jakarta – Indonesia dinilai bisa menjadi pengendali atas PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui akuisisi 10% saham melalui PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), selaku induk holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan.

Namun, hal tersebut bergantung pada keberhasilan negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah kepada Freeport-McMoRan Inc.

“Sangat mungkin [menjadi pengendali], itulah esensi divestasi. Jauh lebih penting menjadi pengendali dari pada sekadar pemegang saham. Hal yang dibutuhkan adalah kemampuan pemerintah negosiasi dengan Freeport,” ujar Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar kepada Bloomberg Technoz, Selasa (11/6/2024).

Bisman mengatakan, Indonesia saat ini memang sudah menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan mencapai 51,2%, sementara Freeport-McMoRan – selaku induk PTFI– memegang 48,7%.

Dengan mayoritas saham, kata Bisman, Indonesia seharusnya bisa menjadi pengendali. Sayangnya, kata Bisman, hal tersebut terkendala pada kesepakatan antara pemerintah dengan Freeport-McMoRan  pada perjanjian divestasi pada 2018.

Adapun, Indonesia baru bisa disebut sebagai pengendali bila memiliki kapasitas dan berdaulat untuk mengatur penuh manajemen dan kebijakan PTFI.

Namun, saat ini Freeport-McMoRan masih menjadi pengendali walaupun Indonesia sudah menjadi mayoritas pemegang saham.

Hal ini yang seharusnya dibuka dengan jelas ke publik oleh pemerintah agar informasi yang disampaikan lengkap terkait dengan mayoritas saham dan pengendali, ujarnya.

Selain itu, Bisman mengatakan terdapat indikasi bahwa pemerintah mendapatkan tekanan atau permintaan dari Freeport-McMoRan mengenai percepatan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) hingga 2051, dari IUPK saat ini yang masa berlakunya habis pada 2041.

Kalau pemerintah menjadi pengendali dan notabene Freeport sudah menjadi bagian BUMN tidak perlu jauh-jauh waktu diperpanjang karena kapan pun pemerintah bisa ambil kebijakan untuk Freeport. Sudah menjadi bagian holding BUMN berarti bagian dari Pemerintah, ujarnya.

Presiden Joko Widodo resmi mempercepat periode permohonan perpanjangan IUPK menjadi paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan operasi produksi.

Hal ini sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Beleid yang diundangkan pada Kamis (30/5/2024) itu mengubah ketentuan pada PP No. 96/2021 yang mengatur bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan operasi produksi untuk pertambangan diajukan paling cepat dalam jangka waktu 5 tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan operasi produksi.

“Permohonan perpanjangan izin diajukan kepada Menteri paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan operasi produksi,” sebagaimana dikutip melalui Pasal 195B Ayat 3, dikutip Jumat (31/5/2024).

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut alasan pemerintah mempercepat pemberian ekstensi IUPK Freeport, meski izin eksisting masih berlaku hingga 2041, adalah sebagai bentuk insentif bagi perusahaan yang telah membangun smelter di dalam negeri.

“Dan divestasi [10% saham Freeport kepada MIND ID] lagi. Nah, yang jelas kan di UU [Minerba] menyaratkan perpanjangan [IUPK] itu harus berdampak pada kenaikan pendapatan pemerintah.”

Arifin berdalih perpanjangan izin tersebut mesti dilakukan lebih cepat demi memaksimalkan cadangan emas, tembaga, serta mineral ikutan lainnya di Papua, yang selama ini dikelola oleh Freeport.