JAKARTA, investor.id – Adanya larangan sementara ekspor batu bara berpengaruh terhadap pergerakan saham beberapa emiten batu bara. Namun ada juga saham yang tetap bergerak positif di tengah polemik tersebut.
Berdasarkan data RTI, sejumlah saham batubara mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Rabu, (5/1). Saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menurun 2,61% ke level Rp 2.240. Saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) juga menurun 1,9% ke level Rp 10.300. Kemudian, PT Samindo Resources Tbk menurun 0,29% ke level Rp 1.740 dan PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menurun 0,28% ke level Rp 26.425.
Namun, masih ada saham batu bara lain yang menguat seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) sebesar 0,63% ke level Rp 20.050, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 1,11% ke level Rp 2.730, PT Indika Energy Tbk (INDY) sebesar 1,28% ke level Rp 1.580 dan PT ABM Investama Tbk (ABMM) sebesar 0,36% ke level Rp 1.410.
Adapun kebijakan pemerintah untuk menghentikan sementara ekspor batu bara dinilai hanya berdampak sementara terhadap emiten yang bergerak di bidang tambang batu bara. Terlepas dari kebijakan tersebut, saham batu bara masih layak dikoleksi pada tahun ini.
Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe menjelaskan, sejauh ini produsen batubara masih mengamati kebijakan penghentian sementara ekspor tersebut. Produsen juga sedang meminta keringanan kepada pemerintah karena tidak semuanya melanggar ketentuan mengenai batas pemenuhan domestic market obligation (DMO).
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bhaktiar menjelaskan, kebijakan larangan ekspor batu bara ini tentunya sangat berpengaruh kepada emiten dan juga sahamnya. Namun, dia melihat dampaknya hanya sementara sehingga pengaruhnya tidak akan besar.
“Pelaku pasar akan wait and see beberapa saat melihat perkembangan kondisi dan bagaimana kebijakan pemerintah selanjutnya,” terang dia kepada Investor Daily, Rabu (5/1).
Bisman juga melihat larangan ekspor ini juga tidak akan diberlakukan dalam waktu lama. Karenanya, dalam beberapa waktu ke depan akan terjadi perubahan kebijakan pemerintah, seiring dengan pemulihan ketersediaan energi primer untuk pembangkit listrik milik PLN.