Beranda Berita

Emiten Nikel Kian Legit Didukung Kebijakan Pemerintah

25

JAKARTA, investor.id – Kebijakan pemerintah menolak penambahan kuota rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) untuk penambangan nikel hingga akhir 2023, diyakini menguntungkan emiten komoditas tersebut. Sebab, hal ini membuat pasokan nikel kian terbatas dan berpotensi mengangkat harganya di pasaran.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai, kebijakan tersebut menguntungkan bagi perusahaan nikel seperti PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel. Soalnya, beleid terkait penolakan tambahan kuota tersebut akan mengganggu suplai dan permintaan pasar sehingga harga nikel bakal naik.

“Jadi, hal ini akan menguntungkan perusahaan yang memiliki pasokan bahan baku bijih nikel,” ujarnya kepada Investor Daily, baru-baru ini.

Meskipun, sentimen tersebut, sambung Nafan, hanya akan bertahan hingga akhir tahun ini. Sebab, tahun depan pemerintah diperkirakan bakal kembali membuka keran penambahan kuota pertambangan.

Sama seperti Nafan, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar juga memproyeksikan, penolakan kuota tambahan itu tidak akan banyak berdampak terhadap industri nikel.

Pasalnya, penyerapan hasil produksi nikel tergantung pada kesiapan smelter di dalam negeri. “Bagi perusahaan nikel besar, hal ini tidak begitu masalah karena hal ini menjelang akhir tahun, sehingga perusahaan sudah bisa siap-siap untuk menyusun RKAB tahun depan,” ungkap Bisman kepada Investor Daily, baru-baru ini.

Menanggapi kebijakan pemerintah tersebut, Presiden Direktur Harita Nickel Roy A. Arfandy memastikan, tidak akan berdampak buruk kepada perseroan. Sebaliknya, keputusan pemerintah itu justru akan semakin mengamankan rencana perseroan untuk membuka cadangan tambang baru pada akhir 2024.

“Kami akan mengajukan RKAB menjelang akhir 2024. Sementara, yang saya tahu, informasi Kemenko Marves terkait revisi RKAB itu untuk tahun berjalan 2023,” ucap Roy kepada Investor Daily, baru-baru ini.

Selain itu, Roy melanjutkan, dengan adanya kebijakan pemerintah menolak penambahan kuota tersebut, justru semakin menambah optimisme NCKL sebagai perusahaan tambang nikel yang memiliki bisnis terintegrasi.

“Kami terintegrasi dari mulai penambangan sampai pabrik. Jadi, bijih nikel dari tambang sendiri. Jadi, kami aman-aman saja,” imbuh Roy.

Bahkan, dirinya mengklaim, NCKL merupakan perusahaan tambang nikel paling maju karena sudah mampu memproduksi nikel sulfat. Ditopang oleh kapasitas pabrik yang sudah mencapai 240 ribu metrik ton per tahun atau terbesar di dunia dari sisi desain.

Tidak berhenti di situ, Roy juga berterus terang, perseroan masih melihat-lihat untuk bisa melakukan ekspansi hilirisasi ke tahapan yang lebih jauh. Artinya, ke depan Harita Nickel bukan saja memproduksi nikel sulfat, tetapi juga membuat baterai kendaraan listrik.

Untuk menuju ke sana, Roy menerangkan, diperlukan sebanyak tiga tahap lagi bagi perseroan untuk bisa membuat baterai kendaraan listrik.

“Jadi, dari nikel sulfat menjadi kobalt sulfat, ditambah dengan mangan akan menjadi baterai prekursor. Dari situ akan menjadi katoda dan katoda digabung dengan anoda menjadi baterai,” bebernya.

Meski secara teknologi tergolong berbeda, Roy menyatakan, NCKL bakal terus mempelajari dan mempertimbangkan untuk masuk ke tahapan hilirisasi yang lebih jauh.

Di sisi lain, wacana pembatasan pemberian perizinan baru untuk pembangunan proyek pabrik (smelter) nikel juga dinilai bakal berdampak positif terhadap emiten-emiten komoditas nikel. Moratorium smelter nikel kelas II misalnya, disebut akan mendongkrak harga produk nikel seperti Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferronickel (FeNi).

“Adanya moratorium dapat meningkatkan harga jual produk nikel tertentu, karena akan mengurangi potensi tambahan pasokan baru untuk produk nikel yang terkena moratorium,” kata Direktur Utama PT Harum Energy Tbk (HRUM) Ray Antonio Gunara kepada Investor Daily, baru-baru ini.

Karena itu, sambung Ray, HRUM mendukung setiap kebijakan pemerintah yang dapat memajukan industri nikel nasional. “Sambil terus menerapkan strategi ekspansi perseroan secara konsisten melalui diversifikasi produk nikel,” tutupnya