Hilirisasi mineral merujuk pada kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas tambang, melalui pengembangan atau transformasi dari bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Hilirisasi ini dimulai dari proses di hulu atau upstream hingga mencapai proses hilir atau downstream, di mana produk tambang tersebut siap digunakan oleh industri lain atau konsumen akhir. Peningkatan nilai tambah ini berperan penting dalam memajukan sektor pertambangan, menciptakan lapangan kerja, serta mendukung perekonomian negara melalui pengoptimalan sumber daya mineral yang dimiliki.
- UU 3/2020
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) di tahap Operasi Produksi diwajibkan untuk meningkatkan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian. Kewajiban ini juga tercantum dalam kontrak karya mereka. Salah satu cara yang diatur untuk meningkatkan nilai tambah adalah dengan mengolah dan memurnikan komoditas tambang mineral logam di dalam negeri - PP 25/202
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 menegaskan bahwa pemegang IUP atau IUPK yang berada pada tahap operasi produksi harus memenuhi batas minimum pengolahan dan/atau pemurnian sebelum dapat melakukan ekspor. Khusus untuk komoditas batubara, ekspor diperbolehkan hanya setelah kebutuhan batubara dalam negeri terpenuhi. Pemerintah juga memberikan jaminan kelangsungan pemanfaatan hasil pengolahan dan pemurnian bagi pemegang izin usaha pertambangan - Permen ESDM 7/2023
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2023 mengatur bahwa pemegang IUP dan IUPK diwajibkan membangun fasilitas pemurnian mineral logam di dalam negeri. Permen ini juga memberikan kelonggaran, di mana penjualan mineral logam ke luar negeri masih diperbolehkan tanpa pemurnian hingga 31 Mei 2024, khususnya untuk mineral seperti tembaga, emas, timbal, dan seng.