Beranda Publikasi Kegiatan

Omnibus Law dan RUU Minerba Menjadi Perhatian Pelaku Usaha

1758
Omnibus Law dan RUU Minerba Menjadi Perhatian Pelaku Usaha

Kebijakan pemerintah membuat terobosan hukum melalui skema omnibus law sungguh menarik banyak perhatian masyarakat dan para pemangku kepentingan. Dengan skema tersebut pemerintah beranggapan dapat mengobati tingkat obesitas peraturan perundang-undangan yang menjadi penyebab tersendatnya iklim investasi sehingga salah satu sumber penerimaan negara juga ikut berkurang. Atas dasar tersebut pemerintah menyusun Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) diciptakan sebagai solusi terhadap permasahalan tersebut.

Hal yang menarik perhatian dalam RUU Cipta Kerja karena adanya materi pengaturan mengenai pertambangan mineral dan batubara. Perlu diketahui, bahwa di tengah pembahasan RUU Cipta Kerja, juga dilangsungkan pembahasan terhadap RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba), yang notabene-nya juga menjadi prolegnas prioritas tahun 2020. Adanya dua rancangan undang-undang itu dapat membuat banyak pemangku kepentingan menjadi bingung mengingat akan terdapat dua materi yang sama dalam dua undang-undang yang berbeda. Hal ini akan terjadi tumpang tindih dan saling beririsan sehingga dapat menimbulkan ketidapastian hukum.

Problem tersebut menjadi sorotan banyak pemangku kepentingan untuk mengetahui lebih jauh tujuan apa sebenarnya yang hendak dicapai dalam kedua rancangan tersebut. Salah satu sorotan datang dari PT Indeks Komoditas Indonesia. PT Indeks Komoditas Indonesia merupakan salah satu perusahan yang bergerak di bidang riset terkait pertambangan dan ekspor komoditas palm oil. Market research dari PT Indeks Komoditas Indonesia, Hengky Daulay berkunjung ke Kantor Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) untuk mengetahui lebih lanjut perihal tersebut.

Kedatangan perwakilan dari PT Indeks Komoditas Indonesia diterima langsung oleh M. Ilham Putuhena, selaku Divisi Bidang Riset PUSHEP. Dalam pertemuaannya, Hengky  Daulay menyampaikan maksud kedatangannya bahwa sangat tertarik membahas omnibus law terutama bidang pengaturan di dunia pertambangan, khususya pada aspek dasar kebijakan pemerintah dalam membuat RUU Cipta Kerja. Menurutnya rencana tersebut saat ini banyak mengalami penolakan dan dianggap bertentangan dengan konstitusi.

Menurut Ilham Putuhena, sebenarnya omnibus law adalah metode atau cara, bukan produk hukum. Omnibus law merupakan skema pendekatan terhadap metode pembentukan undang – undang. Omnibus law sering kali disebut sebagai kodefikasi, yaitu mengumpulkan beberapa undang – undang tertentu dalam satu bentuk, yang terdiri dari berbagai macam materi undang – undang. Dalam hukum itu, ada dua tradisi hukum, yang metode pembentukan hukumnya berbeda satu sama lain. Yaitu tradisi comman law dan civil law. Civil law pembentukan hukumnya menggunakan pendekatan terhadap undang undang. Namun dalam tradisi comman law pembentukan hukumnya menggunakan pendekatan terhadap putusan pengadilan.

Lebih lanjut, Hengky menanyakan perihal substansi pengaturan dalam RUU Cipta Kerja.

Menurut Ilham Putuhena berdasarkan kajian kami, pengaturan RUU Cipta Kerja sektor pertambangan sangat jauh berbeda pengaturannya dengan RUU Minerba. Terdapat 34 pasal yang berbeda materi muatan pengaturannya. Hal itu didasarkan karena perbedaan politik hukum yang mendasarinya. Kendatipun demikian, terdapat 4 pasal yang sama pengaturannya, yaitu di Pasal 8, Pasal 39, Pasal 80, dan Pasal 165. Selain itu juga ditemukan dua pasal yang dihapus, baik di dalam RUU Cipta Kerja ataupun dalam RUU Minerba, Pasal 8 dan Pasal 165.

Urian di atas setidaknya menunjukkan bahwa banyak hal yang menarik dalam kedua rancangan tersebut. Sehingga demikian rancangan tersebut patut untuk ditelaah lebih lanjut sebagai bagian dalam menbentuk menciptakan tata kelola pertambangan yang berlandaskan hokum dan keadilang.