Indonesiainside.id, Jakarta – Ahli hukum energi dan pertambangan, Bisman Bhaktiar menyatakan, pemerintah berpotensi melanggar hukum karena tidak menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Penurunan harga BBM dianggap penting mengingat harga minyak dunia juga sedang turun.
“Negara atau badan usaha tidak boleh mengambil untung yang berlebihan dari rakyatnya atas harga jual BBM ini, karena BBM merupakan komoditas yang dilindungi oleh Konstitusi,” ujar Bisman dalam Diskusi Virtual yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) di Jakarta, Kamis (11/6).
Dia menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya pada tahun 2004 menegaskan bahwa kegiatan perdagangan BBM yang dimaksudkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, campur tangan Pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk melindungi rakyat.
“Jadi tidak bisa harga BBM ini dijual seenaknya asal cari untung dan disamakan dengan komoditas lain,” katanya.
Bisman bilang, harga minyak mentah dunia memang bukan satu-satunya parameter penentuan harga BBM. Harga jual juga dipengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar, biaya penyimpanan, biaya distribusi dan margin badan usaha.
“Tetapi harus fair bahwa sesuai aturan formulasi pentapan harga BBM seharusnya harga tidak semahal saat ini, masih bisa turun berkisar Rp2.000 perliter,” imbuh dia.
Menurutnya, dengan kebijakan tidak turun harga ini, Pemerintah tidak hanya memberi keuntungan kepada Pertamina, tetapi juga menguntungkan perusahaan lain seperti Shell, Total, Vivo dan lainya. Mengeruk keuntungan besar dari uang rakyat yang sedang susah ditengah wabah Covid-19 ini.
Lebih lanjut, Bisman menjelaskan, berdasarkan Pasal 8 UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM. Sebagai komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang, rakyat berhak mendapatkan jaminan ketersediaan BBM dengan harga yang adil. (SD)