Beranda Referensi

Rekonsepsi Transisi Energi Berkeadilan dalam Kebijakan Energi Indonesia

373
Foto: Freepik
Foto: Freepik

Peralihan dari energi berbasis karbon ke energi hijau akan membawa dampak signifikan bagi industri yang terlibat dalam energi berbasis karbon. Karena itu, keadilan menjadi faktor penting dalam proses transisi ini. Salah satu jurnal yang ditulis oleh Malinda Yuniza dkk yang berjudul “Revisiting Just energy Transition in Indonesia Energy Transition Policy” mencoba menjabarkan bagaimana konsep transisi energi berkeadilan tersebut diwujudkan dalam kebijakan transisi energi di Indonesia. Jurnal tersebut setidaknya menyoroti pentingnya konsep “transisi energi berkeadilan” dalam kebijakan energi Indonesia, serta memberikan dua solusi praktis untuk mengakomodasi keadilan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) Indonesia.

Pada 15 November 2022, Indonesia bersama dengan kelompok mitra internasional (internasional partners group) mengumumkan rencana transisi energi berkeadilan yang bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja hijau berkualitas dan mempertimbangkan komunitas yang terdampak, termasuk perempuan, pemuda, dan kelompok rentan lainnya. Namun, apa yang dianggap sebagai “berkeadilan” masih menjadi perdebatan dalam literatur yang ada.

Konsep transisi energi berkeadilan muncul dari gerakan lingkungan sosial dan keselamatan kerja pada tahun 1950-an. Seiring waktu, gerakan ini berkembang, didukung oleh serikat pekerja di AS dan Inggris. Pada tahun 2010, Konferensi Iklim PBB mengakui pentingnya transisi energi yang berkeadilan. Kemudian, Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada tahun 2015 menyusun pedoman transisi yang berkeadilan, yang menempatkan tenaga kerja sebagai bagian utama dalam proses transisi energi.

Setidaknya terdapat lima teori utama yang menjelaskan transisi energi berkeadilan:

  1. Teori Berorientasi Tenaga Kerja

Fokus pada dampak transisi energi terhadap pekerja, menciptakan pekerjaan yang layak, dan tidak meninggalkan siapapun.

  1. Teori Terintegrasi

Memadukan keadilan iklim, keadilan energi, dan keadilan lingkungan untuk menciptakan kebijakan energi yang adil dan inklusif.

  1. Teori Sosio-teknis

Memahami transisi energi sebagai perubahan struktural dalam teknologi, kebijakan, dan praktik sosial.

  1. Teori Strategi Tata Kelola

Memfasilitasi transformasi sistemik melalui keterlibatan banyak aktor.

  1. Teori Persepsi Publik

Menekankan pentingnya respon masyarakat lokal terhadap transisi energi.

Kelima teori ini saling terkait dalam mencapai keadilan transisi energi. Proses transisi yang kompleks membutuhkan penerimaan dari masyarakat lokal, tata kelola yang baik, serta keadilan distribusi beban dan manfaat.

Kebijakan Transisi Energi di Indonesia

Kebijakan energi Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang, termasuk UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, Perpres No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dan Perpres No. 112 Tahun 2022 tentang percepatan pengembangan energi terbarukan. Namun, tidak ada undang-undang yang secara khusus mengatur transisi energi berkeadilan.

RUU EBET Indonesia saat ini tengah dibahas dan diharapkan akan menjadi dasar hukum utama untuk energi terbarukan. Bab IV dari RUU EBET membahas tentang transisi energi, tetapi tidak mencakup keadilan dalam proses transisi tersebut. Prinsip yang diusung hanya tentang transisi yang “bertahap, terukur, rasional, dan berkelanjutan,” tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi.

Usulan Adopsi Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia

Dua usulan utama diajukan untuk memastikan transisi energi berkeadilan di Indonesia:

  1. Menambahkan Prinsip “Berkeadilan” di RUU EBET

Istilah “berkeadilan” harus dimasukkan sebagai prinsip utama dalam Pasal 6 RUU EBET. Prinsip ini mencakup keadilan distributif, restoratif, dan prosedural, seperti yang diadopsi oleh Afrika Selatan dalam kerangka transisi energi mereka. Dengan demikian, transisi energi tidak hanya akan difokuskan pada aspek teknis, tetapi juga pada dampak sosial, khususnya bagi kelompok yang terdampak.

  1. Partisipasi Publik yang Bermakna

Penting untuk menambahkan klausul partisipasi publik yang bermakna dalam Pasal 7 RUU EBET. Partisipasi ini harus mencakup hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk dijelaskan, sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Indonesia. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pembuatan kebijakan transisi energi, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan tersebut mencerminkan kepentingan masyarakat.

Konsep transisi energi berkeadilan sangat penting bagi Indonesia, mengingat dampak sosial dan ekonomi dari transisi tersebut. Meskipun JETP antara Indonesia dan IPG sudah merupakan langkah awal yang baik, masih diperlukan langkah-langkah konkret untuk memastikan keadilan dalam kebijakan transisi energi. Dengan memasukkan prinsip keadilan dan partisipasi publik dalam RUU EBET, Indonesia dapat memastikan bahwa transisi energi yang dilakukan akan lebih inklusif dan berkelanjutan.

Sumber Rujukan

  1. Artikel ini merupakan ulasan dari jurnal karya Malinda Yuniza dkk, Revisiting Just Energy Transition in Indonesia Energy Transition Policy, Journal of World Energy Law and Business, 2024.