Swasembada energi telah menjadi salah satu prioritas nasional Indonesia, mencerminkan tekad untuk mencapai kemandirian energi guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Namun, upaya ini tidak lepas dari berbagai tantangan besar yang harus segera diatasi. Salah satu masalah utama adalah ketergantungan tinggi pada impor energi, terutama minyak bumi, akibat ketidakcukupan produksi domestik.
Pada tahun 2023, produksi minyak bumi Indonesia hanya mampu mencapai sekitar 606.000 barel per hari (bph). Jumlah ini sangat jauh dari kebutuhan konsumsi nasional yang mencapai 1,6 juta bph. Akibatnya, negara harus mengimpor minyak dalam jumlah besar, yaitu sekitar 1 juta bph, untuk menutupi kekurangan tersebut. Biaya impor yang mencapai sekitar Rp500 triliun per tahun menjadi beban berat bagi perekonomian nasional, mengurangi fleksibilitas anggaran negara dalam membiayai sektor-sektor prioritas lainnya.
Selain itu, ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM) juga semakin mengkhawatirkan. Dalam tujuh tahun terakhir, impor bensin meningkat signifikan hingga mencapai sekitar 15 juta barel, seiring dengan naiknya konsumsi domestik BBM. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi energi tidak diimbangi oleh upaya pengembangan kapasitas produksi dalam negeri, termasuk pengembangan energi terbarukan yang masih berjalan lambat.
Kondisi ini menegaskan perlunya strategi yang lebih terintegrasi dan kebijakan yang mendukung percepatan pengembangan energi domestik. Langkah-langkah strategis, seperti peningkatan efisiensi produksi, diversifikasi sumber energi, dan percepatan investasi di sektor energi terbarukan, menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan mewujudkan swasembada energi yang berkelanjutan.