Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) melakukan kunjungan dan diskusi bersama Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya Palembang. Kunjungan tersebut merupakan inisiasi kerja sama antara Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya dan PUSHEP.
Selain itu PUSHEP juga melakukan diskusi dalam rangka studi tentang evaluasi atas implementasi Undang-Undang Mineral dan Batubara dan penyiapan peraturan turunan lainnya. Hal ini bertujuan untuk melakukan kajian atas implementasi Undang-Undang Minerba dan penyiapan peraturan lebih lanjut serta mendapatkan informasi dan referensi tentang kaidah pertambangan yang baik (good mining practice).
Pentingnya berkolaborasi ini untuk bertukar fikiran dan lebih memahami pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kaidah penambangan yang baik. Di sektor Minerba, peraturan perundangan utama yang berlaku adalah UU (Undang-Undang) Minerba yaitu UU Nomor 4 tahun 2009, yang sudah diamandemen melalui terbitnya UU Nomor 3 tahun 2020. Pada tahun ini UU Minerba sudah dilaksanakan selama 2 (dua) tahun dengan ini perlu adanya evaluasi akan efektivitas dari pelaksaan UU ini.
PUSHEP menilai hal yang urgent di Indonesia adalah pertambangan khususnya problem hukum, karena kalau urusan pertambangan ini selesai urusan di negara ini juga selesai tanpa adanya pajak. PUSHEP mempunyai visi bagaimana tata kelola pertambangan menjadi baik sesuai dengan tujuan konstitusi pasal 33 ayat 2 untuk kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu diperlukan perbaikan dan evaluasi atas regulasi yang nantinya hasil-hasil dari evaluasi ini sangat penting sebagai catatan dan kajian penyiapan untuk perbaikan-perbaikan yang akan diturunkan dalam peraturan pelaksana.
Kaprodi Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, Eddy Ibrahim berpandangan bahwa peraturan sudah sangat baik apalagi sudah melalui beberapa proses, baik naskah akademik yang sudah dikaji oleh ahli di bidangnya masing-masing dan menghasilkan produk hukum.
Tinggal bagaimana penegakan hukumnya misalnya SDM yang tersertifikasi kalau tidak memenuhi kriteria tidak boleh klaim ahli di bidang itu. Hal tersebut merupakan motivasi agar perusahaan mendapatkan kompetensi tersebut.
Sekaligus dalam proses monitoring ‘person’ yang memang indepen bukan yang mempunyai konflik interest, seperti akademisi yang objektif menilai dari sisi kepakarannya apakah sudah sesuai dengan aturan-aturan.
Dalam rangka menilai pelaksanaan dalam hal itu akademisi di bidang tersebut agar bisa dipertanggung jawabkan berdasarkan kajian ilmiah. Jadi penempatan orang yang expert harus ditegakkan. Semoga ini akan menjadi ketaatan pelaksanaan dokumen yang telah disepakati.