Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) mendorong dan mengkaji regulasi terkait percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. Hal ini terlihat dengan penyelenggaraan bimbingan teknis (bimtek) terkait energi baru dan terbarukan serta ketenagalistrikan. Kegiatan tersebut terselenggara atas kerja sama PUSHEP berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda), Kementerian Dalam Negeri.
Narasumber Ramadhoni dari PT PLN Persero, menyampaikan bahwa kebijakan percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik dapat dijumpai dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Ramadhoni mengatakan bahwa keberadaan regulasi tersebut bertujuan meningkatkan investasi di sektor energi terbarukan. Selain itu, kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian energi terbarukan dalam bauran energi nasional dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam regulasi tersebut, jenis energi yang akan dikembangkan menjadi pembangkit listri tenaga tenaga (PLT) energi terbarukuan antara lain PLT Air, PLT Panas Bumi, PLT Surya, PLT Bayu, PLT Biomassa, PLT Biogas, PLT Energi Laut, PLT bahan bakar nabati.
Dalam pengembangan energi terbarukan dilakukan berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), yang mempertimbangkan: target bauran energi terbarukan, keseimbangan antara supply dan demand, serta keekonomian pembangkit listrik. Ramadhoni menyatakan bahwa RUPTL ditetapkan oleh Menteri ESDM setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN, dengan memperhatikan: keseimbangan supply dan demand, kesiapan sistem ketenagalistrikan serta kemampuan keuangan negara
Lebih lanjut, Ramadhoni menjelaskan bahwa pelaksanaan RUPTL oleh PLN wajib mengutamakan pembelian dari pembangkit EBT, mendorong secara cepat pembangkit EBT sesuai karakteristik pembangkit dan/atau kesiapan sistem ketenagalistrikan, menggunakan produk dalam negeri dan mengembangkan pembangkit EBT.
Ramadhoni menambahkan bahwa, salah satu upaya melakukan transisi energi di sektor ketenagalistrikan dengan melakukan pensiun dini PLTU (early retirement). Ada beberapa upya yang dilakukan. Pertama, penyusunan peta jalan pengakhiran PLTU. Menteri ESDM menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral, minimal memuat: pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU, strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU, dan keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.
Kedua, dalam Perpres 112 Tahun 2022 juga telah diatur pelarangan PLTU. Adapun dalam ketentuan tersebut, mengatur bahwa pembangunan PLTU baru dilarang kecuali untuk: PLTU yang sudah ada dalam RUPTL sebelum Perpres dan PLTU yang memenuhi syarat, yaitu: terintegrasi dengan industri, berkomitmen melakukan pengurangan GRK > 35% dalam 10 tahun sejak PLTU beroperasi melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran ET serta beroperasi hingga 2050
Ketiga, dibutuhkan peran dari pemerintah. Dalam hal ini ketentuan mengenai early retirement PLTU ditetapkan oleh Menteri ESDM dalam RUPTL setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Kemudian, pemerintah dapat memberikan dukungan fiskal melalui pendanaan dan pembiayaan termasuk blended finance dari APBN dan/atau sumber lainnya.