Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam tata kelola pertambangan wajib dipertahankan. Hal ini mengemuka dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) terkait “Aspek Hukum Lingkungan dalam Tata Kelola Pertambangan Yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), Jumat (10/1), di Jakarta.
“Keberadaan AMDAL dalam tata kelola pertambangan itu sangat penting. Tidak dapat ditawar-tawar,” ungkap Direktur Eksekutif PUSHEP Bisman Bhaktiar, saat FGD berlangsung.
Menurut Bisman, Bhaktiar pertimbangan terkait pentingnya AMDAL dalam tata kelola pertambangan telah disebutkan dalam konsideran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Undang-Undang Minerba). Selain itu, dalam Pasal 2 UU Minerba juga menegaskan tentang asas dan tujuan yang menyatakan bahwa “pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan; manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan dalam kepentingan bangsa; pertisipatif, transparansi, akuntabilitas; berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”
Oleh karena itu, sudah seharusnya jika ketentuan ini menjadi kaidah, pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan. Terkait AMDAL dalam tata kelola pertambangan, untuk memperoleh Ijjin Usaha Pertambangan (IUP), Pelaku Usaha harus mencantumkan infomasi AMDAL. Melalui informasi tersebut, para pelaku usaha dapat dinilai kelayakannya untuk mendapatkan IUP.
“Ia (AMDAL) menjadi value dalam tata kelola pertambangan” ujar Bisman.
Sementara Ahli Hukum Lingkungan Universitas Syahid, Wahyu Nugroho d tempat yang sama menegaskan, wacana pemerintah yang ingin menghapuskan AMDAL melalui kebijakan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja patut ditolak. Wahyu menilai, jika pemerintah ingin menghapuskan ketentuan AMDAL dalam tata kelola pertambangan, maka kebijakan tersebut merupakan langkah mundur pengelolaan lingkungan di Indonesia.
Prinsip perlindungan lingkungan ini merupakan hal utama tata kelola pertambangan. Dalam UU Minerba, informasi AMDAL wajib dicantumkan untuk mendapatkan IUP Eksplorasi. IUP Eksplorasi itu meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Tahap eksplorasi dan studi kelayakan, itu mengharuskan adanya informasi terperinci dan teliti tentang lingkungan. “Hal itu adalah AMDAL,” tegas Wahyu Nugroho.
Untuk itu Bisman mengingatkan agar pemerintah dalam merancang kebijkan omnibus law bisa berlaku adil. Menurutnya, Pemerintah sebaiknya juga merumus kebijakan omnibus law terkait lingkungan. “Bila pemerintah terus mendorong Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja untuk memperlancar investasi, boleh dong juga kita usulkan skema serupa, Omnibus Law Perlindungan Lingkungan” sambung Bisman.
Ia menegaskan bahwa prinsip perlindungan lingkungan dalam tata kelola pertambangan merupakan masalah yang sangat kompleks. Sebab hal itu melibatkan lintas disiplin, antar generasi dan keberlanjutan kehidupan ke depannya. “Kabar baiknya adalah dalam prolegnas ke depannya, ada usulan mengenai Komisi Perlindungan Lingkungan. Ini patut kita dukung, ” pungkas Bisman.
Diskusi mengenai aspek AMDAL kini semakin mengemuka setelah pemerintah, melalui Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/BPN berencana menghapus ketentuan AMDAL. Pemerintah beranggapan dengan penghapusan AMDAL, maka dapat mempermudah kelancaran investasi. Rencana tersebut dirumuskan oleh pemerintah dalam paket Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang tertuang dalam klaster (RUU) Cipta Lapangan Kerja.