Pemerintah dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI dengan agenda Musyawarah Pembicaraan Tingkat I atas Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), mengusulkan agar substansi domestic market obigation (DMO) batubara pada Bab Transisi Energi dan Peta Jalan untuk dihapus. Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Akmaluddin Rachim, yang menanggapi hal tersebut memandang bahwa usulan pemerintah soal penghapusan DMO batubara dalam ketentuan RUU EBET sudah sangat tepat.
Hal itu disampaikan dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh PUSHEP yang bertajuk “Apa Kabar RUU EBET (#2)? (Telaah Kritis Aspek Formil dan Materiil Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan). “Sebenarnya, ketentuan mengenai DMO batubara dalam RUU EBET pada prinsipnya bertentangan dengan maksud dan tujuan dari adanya RUU EBET itu sendiri. Jika hal itu dipaksakan maka terlihat RUU EBET ini cenderung tidak memiliki kejelasan rumusan dan kejelasan tujuan. Jadi usulan pemerintah itu sudah tepat,” kata Akmal.
Usulan tentang penghapusan DMO batubara terungkap saat Rapat Kerja Komisi VII DPR RI bersama perwakilan pemerintah, yang terdiri dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta perwakilan Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perindustrian, dan Pimpinan Komite II DPD RI.
Usulan itu terdapat dalam draf DIM RUU EBET yang disampaikan secara non formal oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif saat rapat tersebut. Arifin Tasrif menyampaikan berdasarkan pembahasan internal yang telah dilakukan pemerintah, DIM RUU EBET yang terdiri atas 574 DIM. Rinciannya terdiri dari 52 pasal yang diubah, 10 pasal tetap dan 11 pasal usulan baru. Selain mengajukan usulan, pemerintah juga menyepakati pengaturan terkait Transisi Energi dan Peta Jalan, namun dengan catatan penyesuaian urutan substansi yang dimulai dari target bauran energi yang mengacu pada Kebijakan Energi Nasional; peta jalan transisi energi baik dalam jangka menengah dan jangka panjang; serta implementasi dari transisi energi itu sendiri.
“Beberapa masukan atau usulan pemerintah terhadap RUU EBET ini sudah sangat baik. Kami mencatat ada beberapa usulan baik dari pemerintah, misalnya, pemerintah mengusulkan perubahan tehadap definisi energi baru dan sumber energi baru dengan mempertimbangkan kriteria mengikuti standar internasional soal emisi rendah karbon,” tutur Akmal.
Usulan baik lainnya ialah terkait pada Bab Penelitian dan Pengembangan dalam RUU EBET. Pemerintah mengusulkan penambahan substansi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, antara lain: penambahan rincian kegiatan riset dan inovasi khususnya terkait pengembangan teknologi smartgrid dan smart charging, teknologi EBET, pengembangan potensi sumber daya EBET, dan peningkatan efisiensi teknologi penyediaan dan pemanfaatan energi.
Selain itu, usulan bagus dari pemerintah terhadap ketentuan dalam RUU EBET adalah soal pengaturan konservasi energi agar dimasukkan dalam RUU EBET dan pengaturan lebih lanjut terkait konservasi energi diatur dalam turunan RUU EBET. “Hal ini penting agar pengaturan mengenai konservasi energi itu diatur dalam undang-undang agar lebih kuat, meskipun sebenarnya pengaturan mengenai hal tersebut telah diatur dalam PP 70 Tahun 2009, ucap Akmal”
Berikutnya, usulan penting dari pemerintah adalah soal penyesuaian pengaturan kompensasi harga EBET sesuai narasi yang disepakati oleh kementerian terkait sebagaimana yang telah dalam Perpres 112 Tahun 2022. “Catatan tersebut sudah benar, karena Perpres itu sudah disahkan lebih dahulu. Jadi memang perlu ada penyesuaian ketentuan agar nantinya tidak menimbulkan masalah tumpang tindih pengaturan satu sama lain,” pungkas Akmal.
Akmal berharap berbagai usulan baik dari pemerintah soal substansi pengaturan dalam RUU EBET ini dipertimbangkan oleh DPR nantinya. Menurut Akmal, hal ini perlu dikawal agar usulan tersebut diterima sehingga subtansi dalam RUU EBET dapat diimplementasikan dengan baik. “Kita juga berharap agar DPR menerima berbagai masukan dari masyarakat. Kami mengingatkan soal adanya konsep meaningful participation dalam proses pembentukan suatu undang-undang,” tegas Akmal.
Akmal menjelaskan bahwa konsep meaningful participation ialah: (1) hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, (2) hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan (3) hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.