Beranda Berita

Sejumlah Persoalan Regulasi Sektor Energi dan Pertambangan Sepanjang 2023

Mulai dari capaian bauran energi nasional, tak bergeraknya RUU EBET, hingga lemahnya tata kelola dan pengawasan pada industri berbasif fosil acapkali menimbulkan permasalahan, kecelakaan dan menelan korban jiwa.

237

Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) menilai pengembangan energi terbarukan, realisasi pencapaian target bauran energi nasional hingga upaya menuju transisi energi berkeadilan mengalami stagnasi atau pelambatan. Hal itu terungkap pada temuan dan kajian terhadap pemantauan pemberitaan sektor energi dan pertambangan diselenggarakan oleh PUSHEP.

Peneliti PUSHEP, Akmaluddin Rachim membeberkan hasil kajian  dan pemantauan atas capaian dan realisasi kebijakan pemerintah melalui media monitoring. Menurutnya ada banyak hal yang menyita perhatian publik. Seperti upaya pencapaian bauran energi baru pada 2025 sebesar 23 persen cenderung sulit teralisasi.

”Hingga akhir 2023 bauran enegi nasional baru di angka 12,54%. Angka tersebut menunjukkan hasil yang tidak menggembirakan,” ujarnya melalui keterangan persnya, Jumat (29/12/2023) pekan kemarin.

Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, capaian tahun 2023 menunjukkan realisasinya tidak bergerak jauh dari torehan sepanjang 2022 di level 12,3 persen dan 2021 di level 12,2 persen. Dia menerangkan, hasil tersebut memperlihatkan perlunya upaya lebih ekstra dalam mencapai target bauran energi yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa ada upaya ekstra dan progresif serta terobosan yang nyata, capaian tersebut sulit dicapai.

Selain itu, dari aspek regulasi di sektor energi baru dan energi terbarukan juga mengalami hal yang sama. Kemajuan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) masih juga terus mengalami penundaan. Di sisi lain, perkembangan pembahasan RUU EBET mengalami banyak kendala dan hambatan sehingga terus berlarut-larut.

Padahal proses pembentukan RUU EBET ini sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 hingga 2023. Molornya proses penyusunan RUU EBET menjadi UU menimbulkan berbagai spekulasi. Misalnya, berlarutnya pengesahan disebabkan pelaku usaha sektor industri ekstraktif seperti batubara tidak menerima atau menolak keberadaan RUU EBET yang dianggap akan mengurangi potensi bisnisnya.

Di sisi lain ketiadaan atau minimnya political will dari pemerintah dan DPR untuk mengesahkan politik hukum pemanfaatan energi baru dan terbarukan tersebut. Hal lain yang juga mungkin terjadi ialah rendahnya dukungan dari berbagai pihak dalam mendorong pengesahan RUU EBET.

”Sehingga pemangku kepentingan merasa hal tersebut tidak menjadi kebutuhan prioritas” ujarnya.

Permasalahan lainnya, terkait upaya untuk mempercepat realisasi pencapaian target bauran energi nasional dari sisi dukungan regulasi. Akmal mengatakan pemerintah sebenarnya telah mendukung hal tersebut. Namun pada tahap implementasinya masih mengalami banyak kendala. Pertama, pemerintah telah menerbitkan PP 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi.

Menurutnya, dengan adanya PP 33/2023 pemerintah pusat dan daerah diharapkan melaksanakan kegiatan konservasi energi. Pemangku kepentingan di daerah diharapkan dapat berinovasi untuk menjalankan program-program yang terkait dengan pelestarian sumber daya energi, peningkatan efisiensi energi, serta melakukan manajemen energi pada kegiatan pemanfaatan energi.

”Dengan begitu dapat mempercepat realisasi pencapaian target bauran energi nasional. Oleh karena itu kebijakan ini perlu didukung dengan kegiatan yang bersifat strategis lainnya” katanya.

Kedua, pemerintah melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, telah berupaya mendorong penguatan peran dan kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pemerintahan konkuren tambahan bidang energi dan sumber daya mineral (ESDM) subbidang energi baru terbarukan (EBT).

Upaya tersebut terwujud dengan diterbitkannya Perpres 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Subbidang Energi Baru Terbarukan. Terbitnya Perpres 11/2023 menurut Akmal diharapkan daerah dapat lebih leluasa dan berinovasi dalam mempercepat realisasi target bauran energi nasional.

”Sebab banyak yang berpandangan bahwa capaian bauran energi nasional tidak optimal disebabkan karena pemerintah daerah provinsi mininmnya kewenangan yang dimiliki khususnya terkait urusan pengembangan dan pemanfaatan EBT” katanya.

Terkait dengan pengembangan energi terbarukan dan upaya mendorong transisi energi berkeadilan dapat dilihat peresmian PLTS Terapung Cirata. Pada tanggal 9 November 2023, Presiden Joko Widodo meresmikan PLTS Terapung Cirata. PLTS yang dibangun di atas Waduk Cirata seluas 200 hektare, katanya merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dan ketiga di dunia. Pasokan listrik PLTS Terapung Cirata ini dimaksudkan untuk konsumsi industri maupun rumah tangga.

“PUSHEP menyambut baik dan mengapresiasi atas peresmian proyek tersebut. PLTS Terapung Cirata akan memberikan kontribusi terhadap upaya pencapaian bauran energi, menghasilkan energi bersih dan ramah lingkungan. Ke depan proyek serupa perlu terus dibangun dan dikembangkan agar target bauran energi yang ditetapkan oleh pemerintah dapat tercapai dan ketersediaan energi semakin luas” ucapnya.

Lemahnya tata kelola

Peneliti PUSHEP, Sunarto Effendi menambahkan lemahnya tata kelola dan pengawasan pada industri berbasif fosil seringkali menimbulkan permasalahan, kecelakaan dan menelan korban jiwa. Kemudian, terdapat juga kasus hukum yang menyita perhatian publik pada sektor pertambangan seperti maraknya korupsi yang terjadi, baik berasal dari instansi pemerintah daerah maupun instansi pemerintah pusat.

Selain peristiwa tersebut, di industri migas peristiwa hengkangnya kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) asing dari proyek migas di Indonesia juga menjadi perhatian khusus. Hal itu ditandai dengan hengkangnya Shell dari Blok Abadi Masela. Sebelumnya juga telah hengkang Chevron dan anak perusahaan Conoco Phillips Company (COP), yaitu Phillips International Investments Inc., dari Blok Corridor.

Dia menerangkan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab para investor mengurungkan niatnya untuk berinvestasi di hulu migas Indonesia ialah karena kepastian hukum yang lemah, kemampuan fiskal keekonomian yang rendah, serta birokrasi perizinan yang rumit dan berlapis.

Terakhir, pemberitaan yang juga banyak mendapat sorotan ialah terkait kebijakan baru yang membolehkan ekspor pasir laut melalui PP 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Salah satu hal yang diatur  membolehkan pasir laut diekspor ke luar negeri sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 ayat Bab IV butir 2. Yakni pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.

Mariah Ulfa, peneliti PUSHEP ini  menambahkan kebijakan tersebut juga mendapat banyak sorotan dan penolakan dari berbagai pihak. Menurut Mariah kebijakan tersebut merupakan langkah mundur dari upaya menjaga wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil. Sebab kebijakan tersebut dapat menyebabkan eksploitasi terhadap pasir laut secara berlebihan yang berujung pada perusakan lingkungan secara masif.

”Kebijakan tersebut juga seharusnya menjadi urusan rezim pertambangan, bukan urusan kelautan” pungkasnya.